Penulis: Ajianto Dwi Nugroho (Mantan Kalitbang Majalah Balairung)
Balairung, Sekarang ini secara luas telah dinyatakan oleh para ekonom borjuis, ilmuwan sosial, guru-guru manajemen serta politisi dari setiap jalur bahwa kita kini hidup dalam sebuah era sejarah baru dimana ekonomi-ekonomi nasional, budaya-budaya nasional serta batas-batas nasional sedang melenyap dan digantikan oleh sebuah proses yang terjadi sangat cepat, yaitu "globalisasi".
Yang menjadi fokus dari diskursus yang sedang nge-trend ini adalah klaim bahwa sebuah "ekonomi yang betul-betul global" telah atau sedang muncul, di mana ekonomi-ekonomi nasional yang berdiri sendiri dalam kaitan dengan hal tersebut sudah tidak relevan. Ekonomi dunia kini didominasi oleh perusahaan-perusahaan yang telah meng-internasional-kan aktivitas-aktivitas-nya sedemikian rupa sehingga melakukan produksi dan penjualan di banyak negara.
Perusahaan-perusahaan ini tidak memiliki loyalitas kepada negara-bangsa (nation-state) tertentu, dan akan menempatkan investasi serta operasi-operasi mereka di manapun pasar "global" bisa menghasilkan keuntungan tertinggi buat mereka.
Modal besar sekarang ini sangat bebas bergerak, sehingga setiap upaya oleh pemerintahan nasional atau gerakan buruh di negeri tertentu untuk mendesakkan kebijakan ketat terhadap modal besar tersebut - yang menambah biaya yang harus dikeluarkannya (misalnya pajak) - akan mengakibatkan pemilik modal itu menarik modalnya dari negara tersebut, dan memindahkan operasinya ke negara lain dimana biaya yang harus mereka keluarkan lebih rendah.
Di dalam gerakan buruh, argumen ini juga beredar luas, yang memberikan pembenaran bagi pejabat serikat buruh untuk mendesak agar buruh mau menerima pengurangan upah, kondisi kerja dan tunjangan sosial, agar tetap bisa bekerja (tidak dipecat). Konsep globalisasi ini juga diterima oleh sebagian orang yang dulunya adalah penganut kiri radikal, namun kini berargumen bahwa modal besar begitu bebas bergerak (mobile) dan sangat kuat - sedangkan negara-negara nasional begitu lemah - sehingga sia-sia bagi kelas pekerja untuk berjuang merebut kekuasaan negara.
Menurut Laporan PBB tentang Investasi Dunia tahun 1993, ada sekitar 37.000 perusahaan transnasional yang memiliki sekitar 170.000 cabang di manca negara. Sembilan puluh persen di antaranya memiliki kantor pusat (markas) di negeri-negeri kapitalis maju.
Dengan merangkum data dari berbagai sumber, akademisi Inggris, Paul Hirst dan Graham Thompson - dalam buku mereka yang terbit baru-baru ini, Globalization in Question - mencatat bahwa sebagian besar penjualan dan aset perusahaan-perusahaan transnasional ternyata hanya dipusatkan di negara atau wilayah asal "home"country/region), "kendatipun ada berbagai spekulasi tentang globalisasi."
Untuk perusahaan-perusahaan transnasional bidang manufaktur yang berkantor pusat di AS pada tahun 1987, tujuh puluh persen dari penjualan dan 67% dari asetnya berada di AS sendiri. Sebagian besar dari sisanya pada 1987 dipusatkan di Eropa Barat dan Kanada. Untuk perusahaan-perusahaan transnasional bidang jasa yang berkantor pusat di AS, 93% dari penjualan dan 81% dari asetnya berada di AS pada tahun 1987.
Untuk perusahaan-perusahaan transnasional yang bermarkas di Eropa Barat, terdapat distribusi geografis penjualan dan aset yang lebih luas, namun antara 70-90% diantaranya ternyata juga berada di "home" country-nya serta negara-negara Eropa Barat lainnya. Untuk perusahaan-perusahaan transnasional bidang manufaktur yang bermarkas di Jepang, 75% penjualannya pada 1993 berada di Jepang, demikian pula 97% asetnya.
Antara 1987 sampai 1993, terdapat konsentrasi yang meningkat oleh perusahaan-perusahaan transnasional untuk menempatkan asetnya di "home" country, dan bukan mengikuti trend "globalisasi". Perusahaan-perusahaan transnasional bidang manufaktur yang bermarkas di Inggris pada 1987, lima puluh dua persen asetnya berada di Inggris, dan pada 1993 jumlah asetnya yang berada di Inggris meningkat menjadi 62%.
Perusahaan-perusahaan transnasional bidang manufaktur yang bermarkas di Jepang meningkatkan bagian aset yang ditempatkan di Jepang dari 64% pada 1987 menjadi 75% pada 1993, sedangkan perusahaan-perusahaan transnasional bidang jasa yang bermarkas di Jepang juga meningkatkan bagian asetnya yang ditempatkan di negaranya sendiri dari 77% pada 1987 menjadi 92% pada 1993. Perusahaan-perusahaan transnasional bidang manufaktur yang bermarkas di AS meningkatkan bagian asetnya yang ditempatkan di AS dari 67% pada 1987 menjadi 73% pada 1993.
Dari angka-angka ini, kita dapat melihat bahwa-jauh dari upaya untuk menyebarkan aset dan penjualannya secara merata ke seluruh dunia (globe) - perusahaan-perusahaan transnasional ternyata justru memusatkan baik produksi maupun penjualan komoditinya di "home" countries. Dan kalaupun mereka telah meng-internasional-kan operasi-operasinya, namun itu sangat dipusatkan di negara-negara kapitalis maju lainnya. Ini tercermin dari investasi langsung dan perdagangan manca negara pada skala global yang sangat tidak merata.
Distribusi Investasi dan Perdagangan Global
Pada 1992, total saham investasi langsung manca negara di seluruh dunia adalah sebesar 2 trilliun dollar AS. Perusahaan-perusahaan transnasional yang mengontrol saham ini bertanggung jawab atas penjualan senilai 5,5 trilliun dollar AS di seluruh dunia. Seratus perusahaan transnasional terbesar menguasai 1/3 dari saham ini. Enam puluh persen dari saham investasi langsung manca negara perusahaan transnasional adalah di bidang manufaktur, 37% di bidang jasa, dan hanya 3% di bidang produk-produk primer, yaitu bahan-bahan mentah mineral dan pertanian.
Distribusi geografis dari saham investasi langsung manca negara ini sangat tidak merata. Tujuh puluh lima persen diantaranya ditempatkan di negara-negara kapitalis maju, terutama Amerika Utara, Eropa Barat dan Jepang, yang jumlah penduduknya hanya 14% dari seluruh populasi dunia. Dari 25% sisa saham yang ada, 66% diantaranya ditempatkan di 10 negara "berkembang" yang terpenting - Argentina, Brasil, Cina, Hongkong, Malaysia, Meksiko, Korea Selatan, Taiwan, Thailand dan Singapura. Jumlah penduduk kesepuluh negara ini adalah 29% dari seluruh populasi dunia.
Namun demikian, dengan masuknya Cina - yang jumlah penduduknya sekitar 1,2 milyar - maka angka-angka ini meremehkan tingkat sebenarnya dari ketidakmerataan dalam distribusi global investasi langsung manca negara. Investasi langsung manca negara yang mengalir ke Cina selama ini sangat dipusatkan ke 8 propinsi pantai Cina, plus Beijing. Jika semuanya dijumlahkan, maka didapat hasil bahwa 91,5% dari saham investasi langsung manca negara ternyata dikonsentrasikan di wilayah-wilayah yang hanya dihuni oleh 28% dari seluruh populasi dunia.
Selain itu, juga terdapat penyebaran investasi langsung manca negara yang secara geografis sangat tidak merata. Enam puluh persen investasi internasional hanya menyebar di antara negara-negara "Triad" imperialis Amerika Utara, Eropa Barat dan Jepang. Dari 40% sisanya - yaitu sekitar 34 milyar dollar AS pada tahun 1990-1993 - 56 persennya mengalir ke Asia Timur, dan 32 persennya ke Amerika Latin.
Fakta bukan hanya menunjukkan bahwa investasi langsung manca negara berasal dari Amerika Utara, Eropa barat dan Jepang, dan hanya mengalir untuk tujuan utama ke wilayah-wilayah itu juga, melainkan bahwa sebagian dari investasi langsung manca negara yang mengalir ke negara-negara non-Triad juga menunjukkan pola yang sangat terpusat. Jadi, sebagian besar investasi langsung manca negara non-Triad dari AS mengalir ke Amerika Latin. Sedangkan untuk investasi langsung manca negara non-Triad dari Jepang, tujuan utamanya adalah Asia Timur. Dan untuk investasi langsung manca negara non-Triad dari Eropa Barat, tujuan utamanya adalah Eropa Timur, Brasil, serta Afrika Barat dan Utara.
Konsentrasi geografis dalam akumulasi saham dan penyebaran investasi langsung manca negara juga paralel dengan pola perdagangan global yang secara geografis tidak merata. Pada tahun 1992, total ekspor dunia sebesar 3,7 trilliun dollar. Enam puluh sembilan persen dari ekspor dunia mengalir ke para anggota Triad imperialis. Kemudian 14% ekspor dunia mengalir ke 10 negara Dunia Ketiga yang terpenting dalam hal penyebaran investasi langsung manca negara. Jadi, 84% perdagangan dunia hanya berputar di antara wilayah-wilayah yang hanya dihuni oleh 28% dari seluruh populasi dunia.
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magnaaliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exer ull labo nisi ut aliquip ex ea commodo consequat. Duis aute irure dolor aliquip.
0 comments: