­

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magnaaliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exer ull labo nisi ut aliquip ex ea commodo consequat. Duis aute irure dolor aliquip.

Tampilkan postingan dengan label Belok Kiri. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Belok Kiri. Tampilkan semua postingan
0

Asal Usul Penindasan Perempuan

Diambil dari materi pendidikan LMND

Perempuan berderajat lebih rendah daripada laki-laki - inilah anggapan umum yang berlaku sekarang ini tentang kedudukan kaum perempuan dalam masyarakat. Anggapan ini tercermin dalam prasangka-prasangka umum, seperti "seorang istri harus melayani suami", "perempuan itu turut ke surga atau ke neraka bersama suaminya", dll. Prasangka-prasangka ini mendapat penguatan dari struktur moral masyarakat yang terwujud dalam peraturan-peraturan agama dan adat. Lagipula, sepanjang ingatan kita, bahkan nenek-moyang kita, keadaannya memang sudah begini.

Tapi anggapan ini adalah anggapan yang keliru. Para ahli antropologi sudah menemukan bahwa keadaannya tidaklah selalu demikian.

Dalam masyarakat Indian Iroquis, misalnya, kedudukan perempuan dan laki-laki benar-benar setara. Bahkan, semua laki-laki dan perempuan dewasa otomatis menjadi anggota dari Dewan Suku, yang berhak memilih dan mencopot ketua suku. Jabatan ketua suku dalam masyarakat Indian Iroquis tidaklah diwariskan, melainkan merupakan penunjukan dari warga suku melalui sebuah pemilihan langsung yang melibatkan semua laki-laki dan perempuan secara setara. Keadaan ini berlangsung sampai jauh ke abad ke 19.

Dalam masyarakat Jermania, ketika mereka masih mengembara di luar perbatasan dengan Romawi, berlaku juga keadaan yang sama. Kaum perempuan mereka memiliki hak dan kewajiban yang setara dengan kaum laki-lakinya. Peran yang mereka ambil dalam pengambilan keputusanpun setara karena setiap perempuan dewasa adalah juga anggota dari Dewan Suku.

Demikian pula yang berlaku di tengah suku-suku Schytia dari Asia Tengah. Di tengah mereka, bahkan perempuan dapat diangkat menjadi prajurit dan pemimpin perang.

Namun jika kita cermati lebih lanjut, masyarakat-masyarakat di mana kedudukan perempuan dan laki-laki benar-benar setara ini adalah masyarakat nomaden, yang mengandalkan perburuan dan pengumpulan bahan makanan sebagai sumber penghidupan utama mereka. Suku-suku Indian Iroquis sudah mulai bertanam jagung, namun masih dalam bentuk sangat sederhana. Demikian pula yang berlaku di tengah masyarakat Jermania dan Schytia. Pertanian, bagi mereka, hanyalah pengisi waktu ketika hewan-hewan buruan mereka sedang menetap di satu tempat. Data-data arkeologi bahkan menunjukkan bahwa pertanian primitif ini hanya dikerjakan oleh kaum perempuan sebagai pengisi waktu senggang, dan tidak dianggap sebagai satu hal yang terlalu penting untuk dapat dikerjakan oleh seluruh suku secara bersama-sama.

Namun, ketika berbagai masyarakat manusia menggeser prikehidupannya ke arah masyarakat pertanian, seluruh struktur masyarakatpun berubah. Termasuk di antaranya hubungan antara laki-laki dan perempuan.

Pertanian dan Bangkitnya Patriarki

Berlawanan dengan pandangan umum tentang bangkitnya masyarakat pertanian, umat manusia tidaklah dengan sukarela memeluk pertanian sebagai cara hidup. Biasanya, orang beranggapan bahwa manusia mulai bertani ketika mereka menemukan daerah-daerah subur yang cocok untuk bertani. Namun, data-data arkeologi dan antropologi menunjukkan bahwa manusia mulai bertani ketika mereka terdesak oleh perubahan kondisi alam, di mana kondisi yang baru tidak lagi memberi mereka kemungkinan untuk bertahan hidup hanya dari berburu dan mengumpul bahan makanan.

Peradaban pertanian yang pertama kali muncul adalah peradaban Sumeria dan Mesir. Keduanya lahir dari terdesaknya suku-suku manusia yang mengembara di dataran padang rumput yang kini dikenal sebagai Afrasia. Padang rumput kuno yang kini sudah musnah ini membentang dari daerah pegunungan Afrika Timur melalui Arabia sampai pegunungan Ural di Asia Tengah. Sekitar 8.000 - 11.000 tahun yang lalu, ketika Jaman Es terakhir telah berakhir, padang rumput ini mengalami ketandusan akibat perubahan iklim. Ketandusan ini berawal dari daerah Arabia dan meluas ke utara dan selatan. Bersamaan dengan mengeringnya padang rumput ini, hewan-hewan buruan akan berpindah mencari tempat yang masih subur. Para pemburu dan pengumpul yang mengikuti hewan buruan ke utara akhirnya bertemu dengan lembah sungai Efrat dan Tigris, sementara yang ke selatan bertemu dengan lembah sungai Nil. Pada masa itu, sebuah lembah sungai merupakan medan yang tak tertembus oleh manusia, contoh modern dari lembah-lembah sungai yang masih perawan seperti ini dapat kita lihat di Papua. Karena terjepit antara dua keadaan yang berbahaya bagi kelangsungan hidup mereka, kelompok-kelompok pemburu dan pengumpul ini akhirnya memutuskan untuk bergerak memasuki lembah-lembah sungai ini dan berusaha menaklukkannya - setidaknya, di lembah-lembah sungai ini masih tersedia air.

Proses penaklukan ini pasti berjalan dengan amat beratnya karena peralatan yang mereka miliki, pada awalnya, hanyalah peralatan untuk berburu. Kini mereka harus menciptakan improvisasi bagi alat-alat mereka supaya dapat digunakan untuk membersihkan lahan. Karena peralatan mereka yang primitif itu, proses pembukaan lahan ini dapat berlangsung beratus tahun lamanya. Sementara jarang ada binatang buruan yang akan mengikuti mereka memasuki lembah-lembah sungai itu. Mereka dihadapkan pada keharusan untuk menemukan sumber makanan lain.

Dan di saat inilah, menurut data arkeologi, kaum perempuan muncul sebagai juru selamat. Mereka menggunakan ketrampilan mereka untuk mengolah biji-bijian menjadi tanaman untuk mendapatkan bahan makanan bagi seluruh komunitas. Apa yang tadinya hanya pengisi waktu senggang kini menjadi sumber penghidupan utama seluruh masyarakat.

Keharusan manusia untuk menemukan cara-cara baru untuk mempertahankan hidupnya membuat perkembangan teknologi berlangsung dengan pesat di tengah masyarakat pertanian, jika dibandingkan dengan perkembangan teknologi dalam masa-masa sebelumnya. Dengan perkembangan teknologi ini, apa yang tadinya hanya dapat dikerjakan bersama-sama (komunal) kini dapat dikerjakan secara sendirian (individual). Proses untuk menghasilkan sumber penghidupan kini berangsur-angsur berubah dari proses komunal menjadi proses individual.

Dan, hal yang paling wajar ketika pekerjaan sudah dilakukan secara individual adalah bahwa hasilnya kemudian menjadi milik individu (perorangan). Pertanian memperkenalkan kepemilikan pribadi pada umat manusia.

Di samping itu, pertanian sesungguhnya menghasilkan lebih banyak daripada berburu dan mengumpul. Tiap kali panen, manusia menghasilkan jauh lebih banyak daripada yang dapat dihabiskannya. Dengan kata lain, pertanian memperkenalkan hasil lebih pada pri-kehidupan manusia.
Namun, hasil lebih ini tidaklah muncul secara kontinyu, melainkan dalam paket-paket. Sekali panen, mereka mendapat hasil banyak, namun hasil itu harus dijaga agar cukup sampai panen berikutnya. Hal ini menumbuhkan keharusan untuk menjaga dan membagi hasil lebih ini. Melalui proses ratusan tahun, kedua keharusan ini menumbuhkan tentara dan birokrasi. Dengan kata lain, pertanian memperkenalkan Negara pada pri-kehidupan manusia.

Sekalipun berlangsung berangsur-angsur selama ratusan tahun, pada satu titik, perubahan-perubahan kecil ini menghasilkan lompatan besar pada pri-kehidupan manusia. Terlebih lagi setelah pertanian diperkenalkan, baik melalui penaklukan atau melalui proses inkulturasi, pada peradaban-peradaban lain di seluruh dunia.

Dan salah satu perubahan penting ini terjadi pada pembagian peran antara laki-laki dan perempuan.
Pertama, pertanian pada awalnya membutuhkan banyak tenaga untuk membuka lahan karena tingkat teknologi yang rendah. Hanya dari proses ekstensifikasi (perluasan lahan)-lah pertambahan hasil dapat diperoleh. Oleh karena itu, proses reproduksi manusia menjadi salah satu proses yang penting untuk mendapatkan sebanyak mungkin tenaga pengolah lahan pertanian. Aktivitas seksual, yang tidak pernah dianggap penting, bahkan dianggap beban, di tengah masyarakat berburu dan mengumpul, kini menjadi satu aktivitas yang penting. Dewi Kesuburan merupakan salah satu dewi terpenting di tengah masyarakat pertanian, bukan hanya berkenaan dengan kesuburan tanah melainkan juga tingkat kesuburan reproduksi perempuan.

Dan sebagai akibat logis dari keadaan ini kaum perempuan semakin tersingkir dari proses produktif di tengah masyarakat. Waktunya semakin lama semakin terserap ke dalam kegiatan-kegiatan reproduktif.

Kedua, teknologi pertanian yang maju semakin pesat ini ternyata malah membuat aktivitas produksi di sektor pertanian menjadi semakin tertutup buat perempuan. Penemuan arkeologi menunjukkan bahwa ditemukannya bajak (luku) telah menggusur kaum perempuan dari lapangan ekonomi. Bajak merupakan alat pertanian yang berat, yang tidak mungkin dikendalikan oleh perempuan. Terlebih lagi bajak biasanya ditarik dengan menggunakan tenaga hewan ternak, di mana pengendalian terhadap ternak memang merupakan wilayah ketrampilan kaum laki-laki. Intrusi (mendesak masuknya) peternakan ke dalam pertanian telah membuat ruang bagi kaum perempuan, yang keahliannya hanya dalam bidang pertanian, semakin tertutup.

Karena perempuan semakin tidak mampu bergiat dalam lapangan produksi, maka iapun semakin tergeser ke pekerjaan-pekerjaan domestik (rumah tangga). Dan ketika perempuan telah semakin terdesak ke lapangan domestik inilah patriarki mulai menampakkan batang hidungnya di muka bumi.

Kepemilikan Pribadi dan Patriarki
Tergesernya kaum perempuan dari lapangan produktif ini terjadi dalam konteks berkembangnya kepemilikan pribadi.

Dengan semakin bergesernya proses produksi menjadi sebuah proses perorangan, maka unit pengaturan masyarakat pun berubah. Jika tadinya unit pengaturan masyarakat yang terkecil adalah suku maka kini muncullah sebuah lembaga baru, yakni keluarga.

Hampir di tiap masyarakat yang terhitung primitif konsep tentang keluarga tidak dikenal. Penelitian arkeologis telah menemukan berbagai bentuk sistem reproduksi masyarakat komunal seperti ini. Seperti nyata di tengah masyarakat Zulu, di Afrika, di mana tiap waktu tertentu diadakan satu upacara di mana kaum perempuan memilih pasangannya untuk jangka waktu sampai upacara berikutnya diadakan. Suku-suku Afrika yang lain, semacam orang-orang Bush, menganut sistem di mana seorang perempuan adalah istri dari semua laki-laki yang ada di suku tersebut, sementara seorang laki-laki adalah suami dari semua perempuan di sukunya.

Suku-suku aborigin Australia menganut sistem silang-suku, di mana mereka mengenal suku-saudara. Seorang perempuan aborigin adalah istri dari semua laki-laki dalam suku-saudara mereka, demikian sebaliknya yang terjadi dengan tiap laki-laki dalam suku tersebut.

Oleh karena pola reproduksi yang komunal semacam ini, garis keturunan seseoang hanya dapat dilihat dari siapa ibunya. Dari sinilah sebab mengapa dalam masyarakat primitif hanya dikenal garis matrilineal. Ini nampak nyata dalam asal-usul kata "gen" atau "genetik" itu sendiri, yang berasal dari kata kuno bangsa Arya gan atau kan yang artinya "kelahiran" atau "kehamilan". Jadi, "keturunan" merupakan satu bentuk yang sangat bernuansa perempuan pada awalnya.

Namun demikian, garis matrilineal ini tidaklah berarti apa-apa selain penentu apakah seseorang dapat digolongkan sebagai "orang kita" atau bukan. Dalam makna yang lebih luas, apakah ia setelah dewasa akan dapat memperoleh tempat dalam Dewan Suku dan ikut mengambil keputusan-keputusan penting. Jadi, pada masa itu tidaklah dikenal Matriarki. Perempuan dan laki-laki benar-benar setara kedudukannya di tengah masyarakat.

Namun, pertanian mengubah semua itu.

Di atas kita telah melihat bahwa peranan perempuan perlahan-lahan tergusur dari lapangan produktif ke lapangan domestik. Pada awalnya ini adalah satu proses yang diterima baik oleh kaum perempuan karena pembagian kerja seperti ini dapat secepatnya meningkatkan hasil yang dapat diperoleh dari lapangan produksi itu sendiri. Dengan sukarela kaum perempuan menyerahkan tempatnya di lapangan produksi demi satu pembagian tugas yang akan meningkatkan hasil produksi setinggi-tingginya.

Yang tidak dapat dilihat oleh kaum perempuan masa itu adalah peranan kepemilikan pribadi dalam menempa sebuah sistem masyarakat.

Dalam hal ini, karena proses produksi telah menjadi sebuah proses perorangan, maka alat-alat produksi juga menjadi milik perorangan. Sistem kepemilikan suku atas alat-alat produksi semakin lama semakin pudar. Dan bersamaan dengan itu, kepemilikan atas hasil produksi juga berubah dari kepemilikan bersama menjadi kepemilikan perorangan.

Dan karena perempuan telah menyerahkan tempat mereka dalam lapangan produksi kepada laki-laki, maka kepemilikan atas alat-alat produksi itu kemudian juga jatuh kepada laki-laki. Dan karena kepemilikan atas alat produksi itu jatuh pada laki-laki, kepemilikan atas hasil produksinya juga jatuh ke tangan laki-laki.
Berikutnya, ketika kita bicara tentang bagaimana menjaga dan mengatur pembagian hasil produksi ini, siapakah yang berhak mengambil keputusan? Tentunya, karena merekalah yang bergiat di lapangan produksi, hak inipun jatuh pada laki-laki.

Ketika hak untuk mengambil keputusan dalam masyarakat telah secara eksklusif dipegang oleh kaum laki-laki, bangkitlah patriarki.

Perlahan-lahan, setelah proses ini berlangsung ratusan tahun, orangpun melupakan asal-usul pergeseran ini dan hak waris dari garis laki-laki kemudian terlembagakan. Demikian pula seluruh sistem nilai dalam masyarakat yang semula menjunjung tinggi kesamaan antara laki-laki dan perempuan kini tergeser dan tergantikan oleh sistem nilai di mana laki-laki berkuasa atas perempuan.

Salah satunya nampak dalam sistem kepercayaan, yang merupakan salah satu sistem nilai yang paling tua umurnya dalam sejarah manusia. "Agama-agama" paling kuno, seperti dinamisme atau animisme, sama sekali tidak membagi dewa-dewa mereka sebagai laki-laki atau perempuan. Bagi mereka, masalah jenis kelamin ini sama sekali tidak penting. Agama-agama yang muncul kemudian telah mulai membagi kekuatan-kekuatan supranatural ini menjadi dewa (laki-laki) dan dewi (perempuan). Namun di antara keduanya sama sekali tidak nampak perbedaan kekuasaan yang mencolok. Agama orang-orang Yunani, misalnya, sekalipun menempatkan Zeus (laki-laki) sebagai pemimpin tertinggi, namun ia seringkali tidak dapat menghalangi apa yang dimaui oleh istrinya, Hera. Untuk hampir tiap masalah, selalu ada pasangan dewa dan dewi yang menaunginya, seperti Athena-Aries (perang), Cupid-Venus (cinta), dll. Apollo jelas laki-laki, namun objek yang dinaunginya yakni matahari selalu harus menyerah pada bulan yang dilindungi oleh Artemis ketika malam tiba. Bahkan Apollo dan Artemis adalah kakak-beradik. Baru pada agama-agama monotheis-lah kekuatan supranatural tertinggi dilekatkan pada laki-laki, seperti yang nampak pada anggapan kebanyakan penganut monotheis mengenai apakah Tuhan adalah laki-laki atau perempuan.

Kemungkinan-kemungkinan untuk Pembebasan Perempuan
Di atas kita dapat melihat bahwa penempatan perempuan pada posisi kelas dua dalam masyarakat berawal dari tergesernya peranan kaum perempuan dalam lapangan produksi. Dan, pada gilirannya, tergesernya peran ini adalah akibat dari tingkatan teknologi masa itu yang tidak memungkinkan kaum perempuan untuk memasuki lapangan produksi.

Posisi kelas dua ini diperkukuh oleh sistem kepemilikan pribadi, yang pada gilirannya memunculkan diri dalam berbagai prasangka, sistem nilai dan ideologi yang menegaskan paham keunggulan laki-laki dari perempuan.
Karena ketertindasan perempuan berawal dari sebuah perjalanan sejarah yang objektif maka upaya pembebasan perempuan dari posisi yang ditempatinya sekarang ini harus pula menemukan kondisi objektif yang memungkinkan dilakukannya pembebasan tersebut. Kondisi itu adalah kembalinya kaum perempuan ke lapangan produksi kolektif.

Kondisi ini sesungguhnya telah diwujudkan oleh kapitalisme. Kapitalisme, yang mengandalkan mesin sebagai alat produksinya yang utama, telah memungkinkan kaum perempuan untuk kembali berkarya di bidang produksi kebutuhan masyarakat. Bahkan, sekarang ini, jika kita melihat di kota-kota besar, sudah jarang sekali ada kaum perempuan yang tidak memberikan sumbangan bagi perolehan kebutuhan hidup keluarganya.
Lagipula, kapitalisme telah membuat sistem produksi menjadi semakin lama semakin kolektif. Sepasang sepatu NIKE, misalnya, adalah buah karya ratusan, bahkan ribuan, orang dari berbagai negeri. Hampir tiap barang yang kita pergunakan untuk memenuhi kebutuhan kita sehari-hari merupakan hasil kerja ratusan bahkan ribuan orang. Ini semua adalah pertanda bahwa sistem produksi komunal semakin hari semakin berjaya kembali.

Dapatlah kita lihat bahwa perkembangan kondisi objektif ini telah menghasilkan ruang yang sangat terbuka bagi perempuan. Gerakan emansipasi perempuan telah berkembang bersamaan dengan masuknya perempuan-perempuan ke pabrik-pabrik. Kini perempuan telah berhak turut serta dalam berbagai bidang pekerjaan. Kebanyakan perempuan juga telah bebas untuk memilih jalan hidupnya sendiri, termasuk memilih pasangan hidup.

Namun demikian, kondisi objektif ini tidak dapat berkembang menjadi pembebasan perempuan yang sepenuh-penuhnya karena sistem nilai yang ada di tengah masyarakat masih merupakan sistem nilai yang mendukung adanya peminggiran terhadap peran perempuan.

Kita dapat melihat bahwa pekerja perempuan kebanyakan diupah jauh lebih rendah daripada pekerja laki-laki. Dan ini bukan terjadi di pabrik-pabrik saja. Demikian pula yang terjadi di banyak kantor-kantor, bahkan di kalangan industri perfilman di mana aktris biasanya digaji lebih rendah daripada aktor.
Masih dalam bidang pekerjaan, kita tahu bahwa bidang-bidang tertentu masih diposisikan sebagai "bidangnya perempuan". Seorang sekretaris, misalnya, haruslah cantik dan memiliki bentuk tubuh yang "menarik". Banyak orang masih meremehkan seorang perempuan yang bercita-cita dan berusaha keras untuk, misalnya, menjadi seorang pilot.

Ini berkaitan erat dengan masih dijadikannya perempuan sebagai simbol seksual dalam masyarakat. Penilaian utama terhadap seorang perempuan diletakkan pada apakah ia "cantik", "seksi" atau bentuk-bentuk penilaian fisik lainnya. Sesungguhnya, penilaian inipun sangat bergantung pada masyarakatnya karena apa yang "cantik dan seksi" untuk satu jaman belum tentu demikian untuk jaman lainnya. Dan pada titik ekstrimnya, kita melihat pelacuran sebagai bentuk eksploitasi puncak terhadap perempuan karena di sini bukan saja tenaganya yang dieksploitasi melainkan juga moral dan intelektualitasnya.

Di tengah masyarakat kita telah pula berkembang gerakan anti-emansipasi perempuan. Banyak bentuk yang diambil oleh gerakan ini, namun pada intinya gerakan ini berusaha mengembalikan posisi perempuan menjadi posisi terpinggirkan. Perempuan hendak dikembalikan pada posisi tidak turut dalam pengambilan keputusan, bahkan hendak dibatasi kembali ruang geraknya.

Sebaliknya, banyak pula dari kaum perempuan yang telah lolos dari jerat pembatasan-pembatasan, ternyata justru berbalik ikut membatasi gerak, bahkan turut menindas, kaum perempuan lainnya. Telah banyak pemimpin perempuan di muka bumi ini, tapi berapa banyak dari mereka yang berjuang untuk membebaskan kaum perempuan dari keterpinggiran dan keterbelakangan? Telah banyak pula manajer dan direktur perempuan di dalam perusahaan-perusahaan, tapi berapa banyak dari mereka yang berjuang agar buruh-buruh perempuan di pabriknya mendapatkan seluruh hak mereka sebagai perempuan?

Contoh paling kongkrit kita dapatkan di negeri sendiri. Presiden Megawati adalah seorang perempuan, namun sampai saat ini tidak satupun konvensi PBB yang memberikan perlindungan terhadap perempuan yang diratifikasi oleh Indonesia. Padahal, tindakan meratifikasi konvensi PBB adalah termasuk langkah politik yang moderat. Ia juga telah memotong berbagai subsidi barang-barang kebutuhan hidup. Pemotongan subsidi ini pasti memukul langsung nasib kaum perempuan Indonesia yang sampai saat ini masih terus terbelit dalam kungkungan tembok-tembok domestik.

Di atas telah kita lihat bahwa masih ada satu faktor lagi yang mengukuhkan ketertindasan perempuan: kepemilikan pribadi.

Kepemilikan pribadi tumbuh dari sebuah proses produksi yang perorangan, di mana seluruh barang kebutuhan dihasilkan oleh perorangan. Di bawah kapitalisme halnya tidak lagi demikian. Barang kebutuhan hidup telah dihasilkan secara komunal, secara kolektif. Namun, hasil produksi yang komunal ini masih dikangkangi secara pribadi, secara perorangan.


Dan oleh karena sistem kepemilikan pribadi masih berjaya, maka seluruh sistem nilai yang mendukung kepemilikan pribadi itu akan ikut berjaya pula. Dan kita tahu bahwa sistem nilai yang mendukung kepemilikan pribadi adalah juga sistem nilai yang mendukung peminggiran terhadap kaum perempuan.

Oleh karena itu, perjuangan pembebasan terhadap perempuan tidaklah dapat dilepaskan dari perjuangan untuk mengubah kendali atas proses produksi (dan hasil-hasilnya) dari tangan perorangan (pribadi) ke tangan masyarakat (sosial). Sebaliknya, pengalihan kendali ini tidak akan berhasil jika kaum perempuan belumlah terbebaskan. Tidaklah mungkin membuat satu pengendalian produksi (dan pembagian hasilnya) secara sosial jika kaum perempuan, yang mencakup setidaknya setengah dari jumlah umat manusia, tidaklah terlibat dalam pengendalian itu.

Di sinilah kita dapat menarik satu kesimpulan: perjuangan pembebasan perempuan akan berhasil dengan sempurna jika ia disatukan dengan perjuangan untuk mencapai sosialisme. Dan sebaliknya, perrjuangan untuk sosialisme akan juga berhasil dengan sempurna jika perjuangan ini menempatkan pembebasan perempuan sebagai salah satu tujuan utamanya. Kedua perjuangan ini tidak boleh dipisahkan, atau yang satu didahulukan daripada yang lain. Keduanya harus berjalan bersamaan dan saling mengisi.

Hanya dengan demikianlah kaum perempuan akan dapat dikembalikan pada posisi terhormat dalam masyarakat - sejajar dengan laki-laki dalam segala bidang kehidupan: ekonomi, sosial dan politik.

0

Hugo Chavez

diamibil dari materi bacaan KPRM PRD

• Hugo Chavez sering dikatakan sebagai kelanjutan cita-cita dan prinsip-prinsip Simon Bolivar, tokoh nasionalis revolusioner anti penjajahan Spanyol, yang dikagumi oleh rakyat-rakyat berbagai negeri Amerika Latin. Gagasan-gagasan besar Simon Bolivar itu kemudian dikembangkan jadi garis revolusioner untuk mengubah negeri, pemerintahan dan masyarakat Venezuela.

• Revolusi Bolivarian ini disebut juga sosialisme Bolivarian, atau sosialisme revolusioner dan demokratik, atau sosialisme partisipatif, yang kemudian juga dinamakan sosialisme abad ke-21. Sosialismenya Hugo Chavez mengakui perlunya pluralisme politik. Menurut kata-kata Hugo Chavez: "Kita sebutkan Bolivarian, tetapi itu adalah sosialisme. Kita harus menciptakan kembali sosialisme!" (Nous l’appelons bolivarienne, mais c’est du socialisme. Nous devons réinventer le socialisme! – Latin Reporter 2/5/05).

• Hugo Rafael Chávez Frías alias Hugo Chavezlahir pada 28 Juli 1954. 5 Juli 1975 lulus dari Venezuelan Academy of Military Sciences. Setelah lulus dari akademi militer meneruskan pendidikannya di bidang ilmu politik pada Simón Bolívar University di Caracas, ibukota Venezuela.

• Peran penting yang dilakukan Chávez, dimulai ketika ia memimpin sekelompok perwira menengah di tubuh angkatan darat Venezuela, yang dinamakannya Simón Bolívar Revolutionary Movement. Kelompok ini kemudian melakukan kudeta bersenjata pada 4 Februari 1992 yang bertujuan menggulingkan presiden Perez, seraya berjanji akan memulihkan patriotisme dan kepentingan bersama rakyat Venezuela.

• Kudeta militer berakhir dengan kegagalan. Chávez pun dijebloskan ke dalama penjara selama dua tahun. Namun Chavez telah dianggap sebagai seorang pembebas: Sebagai perwira menengah berusia 38 tahun, kepahlawanan Chávez mulai dikait-kaitkan dengan nama besar pejuang Venezuela di masa lalu, Simón Bolívar, Simón Rodriguez (guru dan pembimbing Bolivar) dan Ezequiel Zamora (seorang jenderal di abad ke-19 yang mendistribusikan tanah kepada para tentara).

• Setelah dua tahun mendekam dalam penjara, atas permaafan (amnesti) dari presiden Rafael Caldera, Chávez bersama seluruh tahanan politik dari sipil maupun militer yang terlibat dalam kudeta yang gagal, diperkenankan menghirup udara bebas. Sementara itu, kondisi ekonomi di masa Caldera tidak menampakkan tanda-tanda membaik. Devaluasi mata uang yang dilakukan pemerintah telah menyebabkan peningkatan inflasi sebesar 70.8 persen pada 1994. Demikian juga dengan harga dan pertukaran semakin mengalami tekanan. Di masa Caldera, agenda privatisasi semakin menjadi-jadi: investasi asing meningkat, harga minyak semakin tinggi – tetapi kemiskinan juga ikut bertambah.

• Dalam situasi ini, Chávez yang telah menjelma sebagai tokoh nasional mencalonkan diri sebagai presiden dalam pemilu Desember 1998. Kini ia menjadi tokoh sentral dimana kekuatan anti oligarki yang kecil dan terserak-serak berpusat pada dirinya.

• Berdasarkan pada kegagalan gerakan di masa lalu, Chávez memutuskan terlibat dalam proses politik demokrasi elektoral untuk merebut kekuasaan politik. Dalam keadaan dimana tak ada gerakan revolusioner yang kuat, sebuah gerakan politik bersenjata tak lebih sebagai usaha bunuh diri. Dengan berbendera organisasi Movimento Quinta República (MVR) atau the Fifth Republic Movement, ia berkeliling ke seluruh negeri dengan mengusung tema-tema kampanye yang tak bergeser dari gagasan awal ketika melakukan kudeta pada tahun 1992: The Fifth Republic ini merupakan koalisi dari berbagai kelompok, yang terutama adalah MAS, Patria Para Todos, and the Communist Party.

• Kritisisme terhadap privatisasi besar-besaran dan menjadikan perang melawan korupsi, baik pada level pemerintahan sipil maupun di dalam tubuh militer, sebagai slogan utamanya. Selama masa kampanye itu pula, Chávez berulangkali mengatakan bahwa Venezuela membutuhkan sebuah republik baru dan sebuah gerakan baru yang dibentuk dengan tujuan melawan segala kebobrokan yang terjadi di masa lalu.

• Hasil akhir pemilu 6 Desember 1998 menempatkan Chávez sebagai pemenang dengan jumlah suara sebesar 56.2 persen (3,673,685 suara), sebuah kemenagan terbesar yang berhasil diraih seorang kandidat presiden dalam empat dekade terakhir.

• Setelah memenangkan kursi kepresidenan, program pertama Chávez adalah menggelar referendum (referenda) pada 25 April 1999 untuk menyusun sebuah dewan konstituante (Constituent Assembly), yang dilanjutkan dengan pemilihan anggota konstituante pada 25 Juli 1999.

• Di bawah Dewan Konstituante yang baru tersebut, pemerintahan baru ini berhasil mengesahkan sebuah konstitusi baru yang menjamin dihormatinya hak-hak sosial, politik, ekonomi dan budaya rakyat Venezuela.

• Di bawah naungan konstitusi baru ini, Chávez kemudian melakukan pemilihan presiden, deputi, gubernur dan walikota di seluruh Venezuela pada 30 Juli 2000. Pemilihan kembali ini bagi Chávez seperti mau menguji dukungan rakyat pada dirinya, dan terbukti ia memang kembali terpilih sebagai presiden dengan memenangkan 120 dari 131 kursi dewan.

0

Sosialisme adalah jalan keluar

KUBA
Di beberapa negeri di Amerika Latin sepertiVenezuela dan Kuba, mereka sudah menerapkan sistem kesehatan gratis bagi rakyatnya. Menurut data, negeri Kuba adalah salah satu dari 41 negeri yang memiliki angka kematian bayi paling rendah dibandingkan Amerika Serikat (AS). Padahal Kuba termasuk negara miskin, namun negeri Kuba masih mampu menyediakan dana sebesar $185 = Rp. 1.800.000 per orang; bandingkan dengan pelayanan kesehatan yang disediakan Pemerintahan SBY-KALLA yang hanya Rp 5.000,- per orang dalam 1 bulan (Askeskin), Rp 10.000,- per orang dalam 1 bulan (Gakin).

Sejak tahun 1984 cara Dokter Keluarga sudah diterapkan oleh Pemerintahan Kuba. Saat ini Kuba mempunyai 64.000 orang dokter yang melayani sekitar 12 juta penduduk; bandingkan dengan Indonesia, yang hanya punya sekitar 34.000 dokter untuk melayani 210 juta penduduk. Setiap dokter keluarga di Kuba melayani sekitar 600 jiwa, dan dokter keluarga ini amat berperan dalam meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat dan bagi mereka yang terpenting adalah mencegah agar jangan banyak masyarakat yang terkena penyakit. Indonesia menerapkan konsep Dokter Keluarga baru di tahun 2006 itupun hanya di Propinsi Sumatera Selatan dengan skala perbandingan satu dokter melayani 2.500 pasien (1:2.500).

Dokter keluarga di Kuba di dukung layanan rujukan berupa poliklinik yang menyediakan layanan spesialis dengan berobat jalan; di Indonesia Puskesmas tidak menyediakan dokter spesialis. Jika diperlukan, penderita yang memerlukan layanan lebih lanjut dikirim ke rumah sakit. Patut diketahui, pada prinsipnya layanan kesehatan di Kuba adalah cuma-cuma, atau GRATIS, dan jika terpaksa dan obat diperlukan yang tak tersedia di Poliklinik penderita dapat membeli di apotek lain dengan harga yang amat murah. Dengan demikian, layanan kesehatan di Kuba berhasil menjangkau hampir seluruh penduduk.

Pemerintahan Kuba juga telah membangun pusat penelitian teknologi kesehatan seperti lembaga untuk penyakit infeksi. Pemerintah Kuba mengeluarkan dana hampir satu miliar dollar (AS) untuk mengembangkan bioteknologi. Strategi pengembangan bioteknologi di Kuba diarahkan untuk menghasilkan produk yang dapat meningkatkan kesehatan masyarakat serta menghasilkan devisa untuk negara. Sekarang di Kuba terdapat 12.000 peneliti, 15 persen di antaranya bergelar doktor.

Jika kita sekarang menghadapi kembali ancaman penyakit malaria, maka Kuba telah lama dinyatakan bebas malaria. Penyakit demam berdarah juga dapat dikontrol dengan baik sehingga Kuba menjadi salah satu negara yang dijadikan tempat pelatihan dalam hal penanganan penyakit demam berdarah ini. Laboratorium penelitian negara ini berhasil membuat sendiri teknologi untuk memeriksa demam berdarah. Teknologi tersebut ini telah digunakan secara luas di Kuba. Hampir semua pendanaan untuk mendukung kesehatan di Kuba diperoleh dari APBN-nya atau dari dana pembelanjaan negara.

Harap diketahui bahwa kekayaan sumber daya alam di Kuba hanya tebu/gula, kopi, tembakau, dan cengkeh; coba bandingkan dengan sumber daya alam yang dimiliki oleh negara kita, Indonesia.


VENEZUELA
Di bawah pemerintahan presiden Hugo Chavez (yang memerintah sejak 1998 hingga sekarang) Venezuela melakukan Revolusi Kesehatan, karena persoalan paling serius yang dihadapi rakyat adalah minimnya kesempatan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

Program kesehatan nasional berdasarkan klinik-klinik lokal setempat untuk pemeliharaan kesehatan dasar. Program ini berlaku bagi 80% kampung kumuh di Venezuela. Program ini juga merupakan perencanaan sistem kesehatan berdasarkan kehendak rakyat, tidak lagi berdasarkan atas berapa dana yang mereka miliki dan berapa sanggup mereka bayar. Sebelum pemerintahan Hugo Chaves berkuasa, perawatan semacam ini harus membayar sekitar 20.000 Bolivar (Rp. 100.000,-) untuk sekali konsultasi saja, sementara perawatan bisa mencapai 85.000-150.000 Bolivar (Rp. 400.000 hingga 750.000). Sedangkan upah minimum di negeri itu pada saat itu hanyalah 321.000 Bolivar (sekitar Rp. 1.600.000) perbulan.

Selanjutnya pemerintahan Venezuela, di bulan juni, 2005, melakukan pembangunan pembangunan rumah-rumah sakit, Pusat-pusat Diagnosa Terpadu (PDT), dan Ruang Rehabilitasi Terpadu (RRT). Sudah 30 PDT dan RRT dibangun pada tahun 2005 dan akan dilanjutkan dengan pembangunan 600 PDT dan RRT. Kedua program ini merupakan pelengkap dan tambahan bagi klinik-klinik rakyat yang baru yang sebelumnya sudah dibangun. Program ini meliputi semua pelayanan kesehatan secara GRATIS. Dalam poliklinik-poliklinik tersebut ada departemen operasi, penanganan trauma, kesehatan kulit, kejiwaan, terapi bicara, gigi dan bagian jantung. Lebih jauh lagi, mereka juga memiliki apotik, laboratorium dan juga mengerjakan berbagai bentuk kerja sosial bekerja sama dengan Komite Kesehatan di area tersebut.

Baru-baru ini pemerintah mengumumkan penyediaan dana sebesar 4,5 milyar dollar (sekitar 40,5 Trilyun rupiah) untuk semua misi sosial (termasuk misi kesehatan) di Venezuela. Anggaran untuk program-program ini selain dari pendapatan minyak PDVSA (perusahaan minyak negara) juga diperoleh dari kredit tambahan yang berasal dari Dana Pembangunan Nasional.

Jika kita lihat dari pengalaman kedua negeri tersebut, tentu banyak hal yang seharusnya bisa dicontoh oleh pemerintah kita agar peduli dengan kehidupan rakyatnya (terutama dalam hal pendidikan dan kesehatannya) sehingga rakyat dapat mengamalkan hidup yang sehat.




0

Download Lagu Internationale

Lagu Internationale diciptakan oleh Eugene Pottier pada tahun 1871 untuk merayakan terbentuknya Komune Paris. Itu adalah untuk yang pertama kalinya klas buruh berhasil merebut kekuasaan negara ke dalam genggaman mereka. Kekuasaan yang termanifestasi dalam komune tersebut merupakan bentuk pemerintahan yang paling demokratis dibanding pemerintahan manapun


Para perwakilan komune dipilih dengan satu syarat mutlak, mereka harus siap diberhentikan kapanpun oleh massanya, dan besaran gaji mereka disesuaikan dengan upah pekerja biasa. Komune di Paris adalah sebuah badan pekerja, bukan tempat cuap-cuap omong kosong layaknya orang-orang di parlemen. Pembagian fungsi legislasi dan eksekusi di dalam negara telah dihapuskan.
Sayang komune ini hanya mampu bertahan tiga bulan (Maret-Mei 1871). Pemerintah borjuasi Prancis menghancurkannya lewat serangan militer yang brutal. Walau begitu, hingga sekarang komune ini telah menginspirasi jutaan pekerja di seluruh dunia dalam menentang kapitalisme.

Download lagunya:
By Sheffield Socialist Choir (3MB)


0

Revolusi Rusia 1917

REVOLUSI RUSIA 1917

1.SITUASI DI DALAM NEGERI SETELAH REVOLUSI FEBRUARI. PARTAI BANGKIT DARI BAWAH TANAH DAN MELANCARKAN KERJA-KERJA POLITIK SECARA TERBUKA. LENIN TIBA DI PETROGAD. THESIS APRIL YANG DIAJUKAN LENIN: “KEBIJAKAN PARTAI BAGI PERALIHAN MENUJU REVOLUSI SOSIALIS.”




Rangkaian perkembangan peristiwa dan pembentukan Pemerintahan sementara, memberikan bukti-bukti baru tentang ketepatan garis Bolshevik. Semakin jelaslah bahwa Pemerintahan sementara tidak sungguh-sungguh memihak rakyat, bahkan sebaliknya, malah memusuhi rakyat. Tidak berpihak pada perdamaian, tetapi justru pada peperangan. Dan yang lebih penting lagi, Pemerintahan sementara tidak bermaksud dan memang tidak sanggup untuk memberikan: perdamaian, tanah dan roti kepada rakyat. Dengan demikian, kerja-kerja yang dilancarkan oleh kaum Bolshevik dalam mendidik rakyat, telah menghasilkan lahan subur yang berbuah.

Sementara kaum buruh dan prajurit-prajurit meruntuhkan pemerintahan Tsar, sambil menghancurkan akar-akar maupun sisa-sisa tradisi peninggalan monarki Tsar; Pemerintahan sementara justru hendak mempertahankan monarki lama tersebut. Pada tanggal 2 Maret 1917, Pemerintahan sementara secara rahasia membentuk komisi yang menugaskan Guchov dan Shulgia untuk berangkat menemui Tsar. Pihak borjuasi menghendaki agar kekuasaan Pemrintahan Sementara dialihkan pada saudara Tsar Nicholas Romanov sendiri, yakni Michael. Namun dalam sebuah pertemuan dengan para buruh rel kereta api, ketika Guchov mengakhiri pidatonya dengan ucapan, “Hidup Kaisar baru Michael!”…para buruh justru menuntut agar Guchov segera dikejar dan ditangkap. Jelaslah bahwa para buruh tidak akan memperkenankan pemulihan kekuasaan yang lama.

Sementara para buruh dan tani mengucurkan darah dan keringat untuk menyokong revolusi, dan menghentikan peperangan. Sementara rakyat berjuang untuk roti dan tanah, dan menuntut patokan-patokan yang tegas untuk mengakhiri kekacauan ekonomi; Pemerintahan sementara justru menutup telinganya terhadap tuntutan-tuntutan vital rakyat. Pemerintahan yang terbentuk dari perwakilan-perwakilan penting kaum pemilik modal dan tuan-tuan tanah ini, tidak sungguh-sungguh punya itikad untuk memenuhi tuntutan kaum tani agar tanah dibagikan bagi mereka. Pemerintah juga tidak sanggup menyediakan roti untuk rakyat pekerja. Karena untuk dapat melaksanakannya, mereka harus berbenturan dengan kepentingan distributor-distributor (besar) gandum. Dengan demikian Pemerintah juga harus mendapatkan gandum dari para tengkulak dan distributor besar tersebut, dengan cara apapun juga. Jadi Pemerintah juga memang tidak berani menempuh langkah-langkah ini, karena pemerintah sendiri terikat dengan kepentingan klas-klas tersebut. Pemerintah Sementara juga tidak berniat menghentikan peperangan, karena Pemerintah Sementara terikat pada kepentingan kekuatan-kekuatan imperialis Inggris dan Prancis. Bahkan dengan menarik manfaat dari revolusi yang baru bergolak, Pemeraintah Sementara bermaksud melibatkan diri secara lebih aktif dalam peperangan antara kekuatan-kekuatan imperialis ini; dengan sasaran untuk mencaplok Konstantinopel, kawasan Teluk dan wilayah Galicia.

Menjadi jelas, betapa kepercayaan rakyat kepada kebijakan-kebijakan Pemerintahan sementara menjadi semakin luntur dan tak boleh dipertahankan lebih lama lagi. Jelaslah pula bahwa kekuasaan ganda (dual power) yang telah tampil sejak Revolusi Februari tidak dapat dipertahankan terus menerus. Karena pada rangkaian peristiwa yang terus bergulir, menuntut pengkonsentrasian kekuasaan pada satu pilihan: Pemerintahan sementara atau Soviet (Sovyet-Sovyet).

Memang benar bahwa kebijakan kompromis yang ditawarkan oleh kaum Menshevik dan kaum Sosialis Revolusioner masih mendapatkan dukungan dari sejumlah kalangan massa. Memang masih ada sejumlah buruh—bahkan sejumlah besar tani dan prajurit—yang tetap mempercayai bahwa: “Majelis Konstituante akan segera dibentuk, dan segala sesuatunya akan kembali dengan jalan damai.” Dan masih ada juga yang beranggapan bahwa perang antar kekuatan imperialis (yang melibatkan negeri Rusia); perlu didukung demi “membela tanah air” atau demi “patriotisme”. Lenin menyebut orang-orang yang begitu naif dalam kekeliruannya tersebut, sebagai para defensivis. Orang-orang tersebut masih menganggap bujukan dan kebijaksanaan kaum Menshevik dan kaum Sosialis Revolusioner sebagai sesuatu yang menjanjikan. Namun jelaslah bahwa bujukan dan janji-janji belaka tak akan dapat bertahan terlampau lama,… Seturut dengan perkembangan berbagai peristiwa maupun sepak terjang Pemerintahan sementara sendiri dari hari ke hari; semakin membuktikan ke rakyat watak sesungguhnya dari pemerintahan ini. Dan juga watak kompromis dari kaum Menshevik dan Sosialis Revolusioner yang mendukung kebijakan mengulur-ulur waktu yang membodohi rakyat.

Pemerintahan sementara tidak sekedar hanya membatasi dirinya dengan melakukan tindakan-tindakan terselubung, guna menghambat pergerakan revolusioner massa.. lebih jauh lagi, Pemerintahan sementara melakukan berbagai upaya : untuk melancarkan pukulan-pukulan terbuka terhadap gerakan demokratik—dengan dalih-dalih ‘demi stabilitas”, “untuk memulihkan ketertiban”, ”demi menegakkan disiplin”—seruan-seruan ini lajimnya ditujukan kepada prajurit-prajurit yang memihak rakyat. Semua upaya ini tidak lain untuik menggiring revolusi ke arah yang berkesesuaian dengan kepentingan borjuasi. Namun segala upaya diatas lebih banyak menemukan kegagalan. Dan rakyat dengan penuh antusias mengekspresikan hak-hak sipil mereka yang selama ini selalu dibelenggu. Hak-hak tersebut diantaranya kebebasan untuk mengemukakan pendapat, kebebasan pers, kebebasan berkumpul dan berorganisasi, bahkan kebebasan untuk berdemonstrasi. Kaum buruh maupun prajurit-prajurit yang populis, berikhtiar untuk memanfaatkan sepenuh-penuhnya hak-hak demokratik yang baru direbut ini; dalam rangka untuk mengambil peran aktif dalam kehidupan politik (yang juga berarti berupaya untuk mendapatkan pemahaman yang ilmiah atas situasi politik yang tengah bergolak, dan menarik kesimpulan/menentukan langkah-langkah yang harus diambil).

Setelah Revolusi Februari, pengorganisasian yang dilakukan oleh Partai Bolshevik (yang selama ini melakukan kerja-kerja secara ilegal, di bawah kondisi-kondisi represif kekuasaan Tsar); kini bangkit dari bawah tanah dan mulai melakukan kerja-kerja politik dan organisasional secara terbuka. Keanggotaan Partai Bolshevik pada waktu itu tidak lebih dari 40.000 atau 45.000 orang. Namun mereka semua adalah revolusioner-revolusioner gigih yang berjuang dengan prinsip membaja. Komite-komite partai direorganisasi ke dalam prinsip sentralisme demokrasi.

Ketika partai memulai kehadirannya secara legal, perbedaan-perbedaan pendapat di antara jajran-jajaran partai menjadi terbuka pula. Kamenev dan sejumlah buruh dari Moskow—misalnya Rykov, Buvnov dan Nogin—mengambil posisi yang “separuh Menshevik” (dengan memberikan dukungan bersyarat pada Pemerintahan sementara dan pada kebijakan kaum kaum defensivis). Stalin yang baru saja pulang dari pengasingan—Molotov dan lain-lainnya, bersama-sama dengan mayoritas anggota partai—mendukung kebijakan untuk tidak mempercayai Pemerintahan sementara, menentang ajakan kaum defensivis, dan menyerukan perjuangan aktif bagi perdamaian dengan menentang peperangan imperialis. Beberapa anggota partai mengalami kebimbangan akibat kemunduran orientasi politiknya, maupun akibat tahun-tahun yang panjang di penjara/di tempat pembuangan. Ketidakhadiran pemimpin Partai –Lenin- memang sangat dirasakan juga.

Pada tanggal 3 April (atau tanggal 16 April menurut tanggalan standar) tahun 1917, setelah menjalani masa yang panjand di pembuangan, Lenin kembali ke Rusia. Kembalinya Lenin memiliki arti yang sangat penting bagi Partai dan revolusi.

Sementara berada di Swiss —begitu mendengar khabar pertama tentang revolusi— Lenin menuliskan suratnya (yang berjudul “Surat dari Kejauhan” [Letters From Afar] kepada partai dan klas buruh di Rusia. Dalam suratnya Lenin mengatakan:

“Kaum buruh. Engkau telah mempergelarkan kepahlawanan proletar yang mengagumkan —kepahlawanan rakyat— dalam perang saudara melawan kekuasaan Tsar. Namun Engkau sekalian masih harus mempergelarkan kedisiplinan organisasi— organisasi klas proletar bersama segenap rakyat—dalam rangka mempersiapkan jalan bagi kemenanganmu dalam tahapan revolusi yang kedua”. (Lenin, Karya-Karya terseleksi/Selected Works, Edisi Inggris, Moscow 1947, Jilid I, halaman 741).

Lenin tiba di Petrograd pada malam 3 April 1917. Ribuan buruh, prajurit-prajurit, kelasi-kelasi/awak-awak kapal berhimpun memenuhi stasiun kereta api Finland (maupun di sekitar taman stasiun) untuk menyampaikan solidaritas dan ucapan selamat datang mereka. Antusiasme mereka ketika melihat Lenin berada dalam kereta, sungguh tidak tergambarkan. Mereka berarak-arakan sambil menggendong Lenin di bahu mereka, sampai ke ruang tunggu utama stasiun. Di situ perwakilan kaum menshevik—Chkeidze dan Skobelev—menyampaikan pidato "penyambutan” atas nama Soviet Petrograd; dalam kesempatan yang sama mereka ‘mengekspresikan harapan bahwa Lenin akan dapat menemukan “bahasa yang sama” dengan mereka. Namun Lenin tidak berhenti dan menunggu sampai pidato mereka berakhir; sambil menerobos ke luar, ia menyeruak ke tengah-tengah massa buruh dan prajurit yang menantikannya di lapangan. Segera setelah berdiri di atas kenderaan besi’ ia menyampaikan pidato legendarisnya, dengan menyerukan pada massa agar berjuang bagi kemenangan Revolusi Sosialis. “Hidup Revolusi Sosialis!”. Demikianlah pekikan yang dilontarkannya untuk menutup pidato pertamanya setelah tahun-tahun yang panjang di pembuangan.

Sekembalinya di Rusia, Lenin melibatkan dirinya secara ketat dalam kerja-kerja revolusioner. Hari yang kedua setelah kedatangannya, ia menyampaikan laporan berkenaan dengan persoalan perang dan revolusi; pada rapat Partai Bolshevik. Dan kemudian Lenin menyampaikan ulang thesis-thesis dari laporannya tersebut dalam pertemuan yang dihadiri oleh perwakilan kaum Menshevik maupun Bolshevik. Di sinilah Lenin menyampaikan Thesis Aprilnya yang terkenal. Disini Lenin menyajikan garis revolusioner yang jelas bagi Partai dan Klas Buruh; sehubungan dengan peralihan dari Revolusi Borjuis ke Revolusi Sosialis.

Thesis Lenin memiliki arti yang sangat penting bagi revolusi dan kerja-kerja partai. Revolusi merupakan momentum pembalikan dalam kehidupan sebuah negeri. Dalam kondisi-kondisi perjuangan baru yang menyertain penggulingan kekaisaran Tsar… Partai membutuhkan sebuah orientasi baru –untuk berderap maju dengan penuh percaya diri—menapaki jalan baru. Thesis Lenin menyediakan orientasi ini bagi Partai.

Thesis April Lenin telah membentangkan sebuah rancangan canggih di hadapan partai, mengenai pelaksanaan proses peralihan dari Revolusi Demokratik Borjuis ke Revolusi Sosialis: dari tahapan yang revolusi pertama menuju ke ke tahapan yang kedua, yakni tahapan Revolusi Sosialis. Sesungguhnyalah, seluruh rangkaian sejarah Partai merupakan persiapan-persiapan bagi pelaksanaan tugas agung ini. Menengok kembali pada kurun tahun 1905-an, Lenin telah menyampaikan hal ini dalam pamfletnya yang berjudul Dua Taktik Kaum Sosial Demokrasi dalam Revolusi Demokratik (Two Tactics of Social Democracy in The Democratic Revolution)… bahwa setelah penggulingan kekuasaan Tsar, klas proletar harus terus maju untuk memperjuangkan Revolusi Sosialis. Hal baru dalam Thesis ini, adalah bahwa Thesis ini memberikan rancangan kongkrit dan tepat secara teoritik, bagi tahapan awal peralihan meunju ke revolusi Sosialis.

Tahapan-tahapan peralihan (transisi) di bidang ekonomi adalah: nasionalisasi tanah dan penyitaan terhadap kepemilikan atas tanah-tanah luas (estate), penggabungan seluruh bank ke dalam sebuah bank nasional (di bawah kontrol perwakilan-perwakilan buruh dalam Soviet) dan penegakan kontrol atas produksi sosial maupun pendistribusian barang-barang.

Dalam bidang politik, Lenin mengusulkan peralihan dari republik parlementer ke republik Soviet (Republik Sovyet-Sovyet). Hal ini merupakan tahap penting—yang lebih maju—dalam teori dan praktek Marxisme. Sejauh ini, para teoritisi Marxis selalu menganggap bahwa republik parlementer merupakan bentuk terbaik bagi peralihan/transisi menuju Sosialisme. Kini Lenin mengajukan usul untuk menggantikan republik parlementer dengan republik Soviet—sebagai bentuk yang paling cocok bagi pengorganisasian politik masyarakat—dalam periode transisi dari kapitalisme ke sosialisme.


“Gambaran spesifik tentang situasi di Rusia saat kini”, demikiian pernyataan thesis tersebut, “adalah bahwa situasi sekarang ini merupakan transisi (peralihan) dari tahapan pertama revolusi. Sebuah tahapan yang masih menempatkan kekuasaan di tangan borjuasi (berkenaan dengan organisasi dan kesadaran klas proletariat yang masih belum matang)…. Tahapan pertama tadi harus dilanjutkan menuju tahapan kedua, yang menempatkan kekuasaan di tangan kaum proletariat dan lapisan termiskin kaum tani”. (Lenin, Karya-Karya Terseleksi, Jilid II, Halaman 18).

Dan selanjutnya:
“Yang kita butuhkan bukanlah sebuah republik parlementer. Karena pemakaian sebuah republik palementer setelah terbentuknya Soviet dengan perwakilan-pewrwakilan buruhnya akan akan merupakan sebuah langkah mundur. Sehingga yang tepat adalah republik Soviet—dengan perwakilan-perwakilan Buruh, Tani, Pekerja-Pekerja Agraria—yang meliputi seluruh negeri dari atas ke bawah (Karya-Karya Terseleksi, Jilid II, Halaman 18).

Di bawah pemerintahan baru—Pemerintahan sementara—perang kaum imperialis tetap dilanjutkan, adalah tugas Partai untuk menjelaskan kepada massa dan menunjukkan kepada mereka …. Bahwa sampai kaum borjuis dapat ditumbangkan, akan merupakan sesuatu yang mustahil untuk mengakhiri peperangan dengan perdamaian sejati yang demokratik.

Sehubungan dengan Pemerintahan sementara, Lenin menyerukan slogan: “Tak ada dukungan bagi Pemerintahan sementara!”

Lebih lanjut lagi Lenin menegaskan pada Thesisnya, bahwa Partai kita masih merupakan minoritas dalam Soviet yang sudah terbentuk. Bahwa Soviet telah didominasi oleh kaum Menshevik dan Sosialis Revolusioner (yang merupakan sarana bagi borjuasi untuk mempengaruhi klas proletariat).

Sehingga tugas partai tercakup dalam hal-hal sebagai berikut:
“Harus dijelaskan kepada massa luas bahwa Soviet dengan perwakilan-perwakilan buruhnya adalah satu-satunya bentuk yang mungkin bagi pemerintahan revolusioner. Dan karenanya tugas kita adalah …(selama pemerintahan ini masih tunduk pada pengaruh borjuasi) untuk melancarkan penjelasan yang sabar, sistematis dan konsisten….atas kekeliruan-kekeliruan mereka dalam menetapkan taktik, dan juga penjelasan khususnya untuk mengadaptasikan kebutuhan-kebutuhan praktis massa. Selama kita tetap merupakan minoritas, kita harus tetap melancarkan kerja-kerja untuk memblejeti dan mengecam kesalahan-kesalahan yang terjadi. Sementara pada saat yang sama kita menyerukan keharusan untuk mengalihkan kekuasaan negara dalam keseluruhannya kepada Soviet dengan Perwakilan Buruh, Tani dan seterusnya….(Lenin, Karya-Karya Terseleksi, Edisi Rusia, Jilid XX, halaman 88).

Hal ini tidak berarti Lenin sedang menyerukan penumbangan Pemerintahan sementara sekarang juga. Tidak! Sementara masih mendapatkan kepercayaan dari Soviet, Lenin tidak menyerukan penggulingan Pemerintahan sementara pada saat itu juga. Nmun yang dimaksudkan oleh Lenin adalah; lewat kerja-kerja yang memberikan perspektif penerangan dan penjelasan (termasuk rekruitmen yang luas); Lenin menyerukan agar kita menjadi mayoritas di Soviet tersebut. Dengan demikian dapatlah dilakukan perubahan kebijakan Soviet; dan Soviet itu kebijakan dan komposisi pemerintah dapat diubah pula. Inilah alur damai dalam perkembangan revolusi.

Lebih lanjut lagi Lenin menyerukan bahwa "jubah yang telah ternoda” harus ditanggalkan. Maksudnya, bahwa partai tidak perlu lagi menyebut dirinya sebagai Partai Sosial Demokratik. Partai-partai dalam Internasional Kedua dan kaum Menshevik di Rusia juga menyebut dirinya sebagai Sosial Demokrat. Sebutan ini telah ternoda dan dipermalukan oleh sepak terjang kaum oportunis, maupun para pengkhianat Sosialisme. Lenin mengusulkan agar Partai Bolshevik menyebut dirinya sebagai Partai Komunis. Ini adalah nama yang diberikan Marx dan Engels bagi partai mereka. Nama ini secara ilmiah memang tepat, karena tujuan final dari Partai Bolshevik memang untuk mencapai komunisme. Dari sistem masyarakat kapitalisme—umat manusia hanya dapat mencapai Komunisme—melalui sosialisme: yakni kepemilikan bersama atas alat produksi, dan pendistribusian produk-produk sesuai dengan porsi kerja yang dilaksanakan oleh tiap orang. Lenin menegaskan bahwa dengan demikian Partai kita akan menunjukkan wataknya yang sejati, dengan maxim/prinsip yang jelas: “dari tiap orang sesuai dengan kemampuannya; bagi tiap orang sesuai dengan kebutuhannya”.

Sebagai penutup atas Thesisnya Lenin mengiumandangkan "teriakan perang” atas borjuasi, kaum Menshevik maupun Sosial Revolusioner.

Kaum Menshevik sendiri kemudian mengeluarkan seruan kepada kaum buruh yang diawali ndengan peringatan: “Bahwa revolusi sedang berada di tengah-tengah bahaya”. Bahaya tersebut—seturut dengan pendapat kaum Menshevik—adalah pada fakta bahwa kaum Bolshevik telah memajukan tuntutan bagi perebutan kekuasaan, atas perwakilan Buruh dan Prajurit dalam Soviet.

Dalam surat kabarnya—Yedinstvo (Persatuan)—Plekhanov menuliskan sebuah artikel yang menggambarkan pidato Lenin sebagai sebuah “pidato yang penuh amarah”. Plekhanov mengutip komentar seorang anggota Menshevik yang bernama Chkheidze, yang berkata: “Lenin sendirilah yang akan tetap tertinggal diluar revolusi, dan kita akan melangkah dengan jalan kita sendiri”.

Pada tanggal 14 April 1917 diselenggarakan Konferensi Kota Partai Bolshevik I Petrograd. Konferensi ini menyepakati thesis-thesis Lenin, dan berketetapan untuk menjadikan thesis tersebut sebagai landasan kerja mereka. Tidak membutuhkan waktu yang lama bagi organisasi-orgsanisasi lokal dalam tubuh partai, untuk mengikuti thesis lenin. Keseluruhan Partai—dengan pengecualian beberapa individu semacam Kamenev, Rykov dan Pyatakov—menerima thesis-thesis Lenin dengan sambutan yang antusias.


2.AWAL KRISIS DALAM PEMERINTAHAN SEMENTARA. KONFERENSI PARTAI BOLSHEVIK PADA BULAN APRIL.
Sementara kaum Bolshevik melakukan segala persiapan yang dipandang perlu bagi gerak revolusi yang lebih maju lagi; Pemerintahan sementara justru tetap menekan rakyat. Pada tanggal 18 April, Milyukov (Menlu Pemerintahan sementara) menyampaikan amanat kepada negeri-negeri Sekutu Rusia bahwa: “Seluruh rakyat berkeinginan untuk melanjutkan Perang Dunia, sampai kemenangan menentukan berhasil kita raih. Dan bahwa Pemerintahan sementara berniat untuk menjalankan kewajiban-kewajiban yang perlu terhadap sekutu-sekutu kami”.

Dengan demikian Pemerintahan sementara menundukkan dirinya di hadapan perjanjian-perjanjian perang yang pernah dibuat oleh Tsar. Yang artinya adalah kesediaan untuk menumpahkan lebih banyak darah rakyat lagi, sampai kekuartan-kekuatan imperialis merasa puas dengan perluasan kekuasaan dan kemenangan-kemenangannya.

Pada tanggal 19 April 1917, pernyataan ini (“amanat Milyukov”) tersebar dan terdengar oleh kalangan buruh dan prajurit-prajurit. Keesokan harinya Komite Sentral Partai Bolshevik melancarkan seruan kepada massa agar memprotes kebijakan imperialis yang diambil oleh Pemerintahan sementara. Dari tanggal 20-21 April (atau 3-4 Mei) 1917, tidak kurang dari 100.000 buruh dan prajurit—yang terdorong oleh kemarahan atas pernyataan Milyukov—berhimpun dalam aksi demonstrasi. Panji-panji yang diusung oleh massa meneriakkan tuntutan: “Bongkar Perjanjian Rahasia!”, “Hentikan Peperangan”, “Segenap kekuasaan bagi Soviet” (All Power To The Soviets!”). Ratusan ribu buruh dan prajurit itu berpawai dari pinggiran kota menuju pusat keramaian ibu kota, tempat kedudukan Pemerintahan sementara. Di beberapa sudut perkotaan terjadi bentrok dengan para pendukung borjuasi.

Salah seorang juru bicara utama kaum kontra-revolusioner yakni Jenderal Kornilov, menghendaki agar aksi massa tersebut dihadapi dengan kekerasan. Bahkan ia telah mengeluarkan instruksi untuk segera menembak mati massa rakyat yang tengah berpawai tersebut. Namun jajaran tentara bawahannya tidak ada yang mematuhi instruksi tersebut.

Selama berlangsungnya demonstrasi tersebut,--sekelompok kecil anggota Komite Partai Kota Petrograd (yakni Bagdatyev ,Cs)—menyelipkan tuntutan dan slogan untuk menggulingkan Pemerintahan sementara. Komite Sentral Partai Bolshevik mengecam keras tingkah laku para petualang “kiri” tersebut. Bukan itu saja, slogan tersebut malah menghambat/mempersulit Partai—dalam upaya-upayanya memenangkan dukungan mayoritas dalam Soviet—dan yang terutama adalah : menyimpang dari garis Partai! (yang menekankan bahwa tahapan perkembangan revolusi pada saat ini, masih harus dijalankan secara damai).

Apapun juga momen tanggal 20-21 April 1917 menandai awal krisis yang parah dari Pemerintahan sementara. Peristiwa ini juga menandai keretakan yang serius pertama sehubungan dengan kebijakan kompromistis kaum Menshevik dengan Sosial Revolusioner.

Pada tanggal 2 Mei 1917—dibawah tekanan keras tuntutan massa—Milyukov dan Guchov diberhentikan dari jabatannya dalam Pemerintahan sementara. Dengan demikian dimulailah pembentukan Pemerintahan (koalisi) Sementara. Pemerintahan sementara hasil koalisi ini, menambahkan perwakilan-perwakilan baru di dalamnya; antara lain: perwakilan-perwakilan borjuasi, Menshevik yakni Skobelev dan Tsereteli) maupun Sosialis Revolusioner (Chernov, Kerensky,dll).

Selanjutnya, kaum Menshevik yang pada tahun 1905 mengeluarkan larangan—bagi perwakilan-perwakilan Partai Sosial Demokratik—untuk mengambil bagiand dalam Pemerintahan sementara yang revolusioner… Sekarang mereka malah memperbolehkan perwakilan-perwakilan kaum Menshevik untuk mengambil bagian dalam Pemerintahan sementara yang kontra-revolusioner. Dengan demikian secara sadar kaum Menshevik dan kaum Sosialis Revolusioner telah mencampakkan diri mereka sendiri dalam kubu borjuasi yang kontra-revolusioner.

Pada tanggal 24 April 1917 diselenggarakan konferensi ke tujuh Partai Bolshevik. Untuk pertama kalinya sejak didirikan, Konferensi Partai Bolshevik boleh diselenggarakan secara terbuka. Dalam sejarah Partai, penyelenggaraan konferensi ini memiliki arti penting yang setara dengan dengan sebuah Kongres Partai. Konferensi bulan Ap[ril yang meliputi segenap perwakilan Rusia ini, memperlihatkan bahwa partai telah berkembang sedemikian pesat, melampaui perhitungan-perhitungan yang telah dibuat selama ini. Konferensi dihadiri 133 delegasi dengan hak pilih dan 18 orang delegasi dengan hak bicara, namun tanpa hak pilih. Mereka ini semua mewakili 80.000 anggota solid partai. Konferensi ini melakukan pembahasan dan penetapan atas garis Partai, berkenaan dengan semua persoalan penting tentang perang dan revolusi antara lain situasi politik yang berlaku saat ini, tentang peperangan itu sendiri, tentang Pemerintahan sementara, tentang Soviet , tentang persoalan-persoalan agraria,tentang persoalan kebangsaan, dan lain-lain.

Dalam laporannya, Lenin memformulasikan prinsip-prinsip yang telah dikedepankannya dalam Thesis April. Tugas Partai adalah untuk mengefektifkan transisi/peralihan dari tahapan pertama revolusi…."Yakni dari tahapan pertama yang menermpatkan kekuasaan di tangan borjuasi--Menuju tahapan kedua, yang menempatkan kekuasaan di tangan proletariat dan lapisan termiskin dari kaum tani" (Lenin). Rangkaian perkembangan yang perlu dipersiapkan oleh partai adalah untuk menyediakan syarat-syarat bagi revolusi Sosialis. Tugas mendesak Partai, menurut Lenin tercermin dalam slogan: "Segenap kekuasaan bagi Soviet!".

Slogan "Segenap kekuasaan bagi Soviet!" mengandung artoi bahwa adalah sebuah keharusan untuk mengakhiri kekuasaan ganda yang masih berlangsung sampai saat ini. Yakni, kekuasaan Pemerintahan Sementara di satu pihak dan dengan kekuasaan Soviet di pijhak lain. Keharusan untuk mengambil alih segenap kekuasaan bagi Soviet, dan dengan demikian menendang keluar perwakilan tuan-tuan tanah dan para p[emilik modal dari organ-organ pemerintahan.

Konferensi itu sendiri berhasil memutuskan bahwa satu tugas terpenting dari Partai adalah: Memberikan penjelasan yang tak kenal lelah atas fakta bahwa "Pemerintahan sementara pada hakikatnya adalah organ kekuasaan milik tuan-tuan tanah dan borjuasi". Dan juga menunjukkan betapa fatalnya kebijakan kompromistis kaum Sosialis Revolusioner dan Menshevik, yang senantiasa mengelabui rakyat dengan janji-janji palsu; dan malah menempatkan rakyat di bawah jurang penderitaan perang imperialis maupun kontra-revolusi. Pada konferensi tersebut Kamenev dan Rykov menentang pandangan Lenin. Sambil menggaungkan cara pandang Menshevik, mereka menekankan bahwa Rusia belum matang bagi sebuah Revolusi Sosialis. Bahwa hanya sebuah republik Borjuis yang cocok dengan Rusia sehingga mereka mengusulkan agar Partai dan klas buruh membatasi dirinya cukup dengan "mengontrol" Pemerintahan sementara saja. Dalam kenyataannya mereka (Kamenev dan Rykov)--sebagaimana juga kaum Menshevik-- hanya memelihara kekuasaan kapitalisme dan borjuasi.
Dalam konferensi itu Zinoviev juga berbeda pandangan dengan Lenin. Khususnya tentang persoalan apakah Partai Bolshevik perlu mempertahankan aliansi Zimmerwald, ataukah menyatakan dirinya keluar dan membentuk Internasional Baru. Sebagaimana telah diperlihatkan dalam masa tahun-tahun peperangan,--sementara aliansi ini membawa propaganda perdamaian yang menentang perang--aliansi inin tidak benar-benar memisahkan dirinya dengan sebagian anggotanya yang menyokong perang. Karenanya Lenin menekankan perlunya untuk segera menarik diri dari aliansi ini, dan membentuk Komunis Internasional baru . Sedangkan Zinoviev sendiri beranggapan bahwa aliansi Zimmerwald perlu tetap dipertahankan. Dengan tajam Lenin mengecam proposal/usulan Zinoviev, dan menyebut taktiknya sebagai "taktik semi oportunis yang merusak".

Konferensi bulan April ini juga membahas tentang permasalahan nasional dan agraria. Sehubungan dengan laporan Lenin mengenai persoalan agraria… Konferensi mengeluarkan sebuah resolusi yang menyerukan pengambilalihan atas tanah-tanah kepemilikan yang luas (estate-estate), yang harus diserahkan penyelesaiannya kepada komite-komite tani, dan juga seruan bagi nasionalisasi atas seluruh tanah. Partai menyarankan perlawanan bagi kaum tani agar merebut tanah yang mereka perlukan, dan menegaskan bahwa hanya Partai Bolshevik-lah yang menyokong kaum tani bagi penyingkiran tuan-tuan tanah.

Laporan kawan Stalin juga mempunyai arti yang sangat penting, terutama berkenaan dengan persoalan kebangsaan. Bahkan jauh sebelum revolusi pada masa awal perang imperialis, Lenin dan Stalin telah coba memformulasikan prinsip-prinsip fundamental bagi kebijakan Partai tentang persoalan nasional. Lenin dan Stalin menegaskan bahwa partai proletariat harus mendukung pergerakan kemerdekaan nasional, atas rakyat tertindas di bawah imperialisme. Sebagai konsekuensinya Partai Bolshevik menyokong hak bangsa-bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri, bahkan kalau perlu memisahkan dirinya dan membentuk negara tersendiri. Demikianlah pandangan yang dikedepankan oleh Kawan Stalin, dalam laporan yang disampaikannya di konferensi atas nama Komite Sentral.

Lenin dan Stalin yang ditentang oleh Rytakov--yang bersama-sama dengan Bukharin--memang telah mengambil posisi chauvinis nasional sehubungan dengan persoalan kebangsaan. Pyatakov dan Bukharin sendiri memang menentang hak bangsa-bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri. Posisi yang ditetapkan oleh Partai secara secara konsisten atas persoalan kebangsaan. --(perjuangannya bagi kesetaraan yang sepenuh-penuhnya atas bangsa-bangsa, penghapusan segala bentuk penindasan dan ketidaksetaraan atas bangsa-bangsa)--pada gilirannya menghasilkan simpati dan solidaritas dari bangsa-bangsa yang tertindas.

Teks resolusi mengenai persoalan kebangsaan yang diputuskan oleh Konferensi bulan April tersebut adalah sebagai berikut:
"Kebijakan atas penindasan bangsa-bangsa yang diwariskan dari kekuasaan otokrasi dan monarki--selalu didukung oleh tuan-tuan tanah, kaum kapitalis maupun borjuis kecil--dalam rangka untuk melindungi hak-hak istimewa mereka dan mengakibatkan keretakan/ketidaksatuan kaum buruh di berbagai negeri. Imperialisme modern yang membutuhkan penaklukan atas bangsa-bangsa untuk memenuhi kepentingannya, adalah sebuah faktor baru yang meningkatkan penindasan bangsa-bangsa tersebut".
Oleh karena penghapusan atas penindasan bangsa-bangsa sudah dapat dilaksanakan (bahkan) di bawah masyarakat kapitalis. Yakni di bawah syarat-syarat sistem demokratik yang konsisten, dan pengaturan negara yang menjamin kesetaraan yang sepenuhnya atas bangsa-bangsa maupun bahasa-bahasanya.

Hak tiap bangsa-bangsa yang menjadi bagian pembentuk Rusia untuk memisahkan diri dan membentuk negara-negara independen harus dihormati. Mengabaikan hak-hak ini atas mereka, atau kegagalan untuk menyediakan patokan-patokan bagi terjaminnya pelaksanaan praktis atas hak-hak ini….Adalah sama saja dengan mendukung kebijaksanaan aneksasi atau penundukan suatu wilayah tertentu. Hanya pengakuan/penghormatan dari klas proletar atas hak bangsa-bangsa untuk memisahkan dirinyalah--yang dapat memastikan solidaritas sepenuh-penuhnya di antara kaum buruh dari berbagai bangsa--untuk mendorong bangsa-bangsa tersebut lebih dekat lagi ke garis demokratik yang sejati.

Hak bangsa untuk memisahklan diri jangan sampai disalah artikan sebagai kelayakan bagi sebuah bangsa tertentu untuk melakukan pemisahan diri kapan saja (tanpa memperhatikan momentum yang tepat). Partai proletariat harus memutuskan persoalan tersebut secara independen; yang disesuaikan dengan kesimpulan tentang tingkat perkembangan masyarakat secara keseluruhan--maupun kepentingan perjuangan klas proletariat bagi sosialisme.

Partai menuntut: otonomi regional yang luas, penghapusan kontrol semata dari atas, penghapusan kewajiban. Keharusan bagi pemakaian bahasa negara, penentuan batas-batas wilayah pengaturan diri tersebut, maupun wilayah-wilayah otonom oleh penduduk lokal/wilayah itu sendiri (yang sesuai dengan kondisi-kondisi sosial ekonominya maupun komposisi nasional atas penduduknya, dll).

Partai proletariat dengan ini menolak apa yang disebut sebagai "otonomi budaya bangsa", yang menempatkan persoalan pendidikan misalnya, terpisah dari tanggung-jawab negara; dan yang hendak menyerahkannya kepada kompetensi semacam lembaga perwakilan nasional. Otonomi budaya bangsa secara semu akan memisahkan kaum buruh yang tinggal di wilayah yang sama, dan bahkan menceraikan kaum buruh yang bekerja di perusahaan yang sama, dikarenakan latar belakang "budaya" bangsa yang berbeda-beda. Dengan lain perkataan, hal tersebut hanya akan memperkuat iktan-ikatan buruh dengan budaya/tradisi borjuis yang menghinggapi oleh bangsa-bangsa tersebut. Padahal salah satu tujuan kaum Sosial Demokrat adalah untuk membangun budaya Internasional bagi dunia proletariat.

Partai menghendaki agar pengakuan atas hak-hak dasar dapat diterapkan dalam konstitusi yang menghapuskan semua hak-hak istimewa yang dinikmati bangsa tertentu; di atas penindasan/pengingkaran hak-hak bangsa minoritas.

Kepentingan kelas buruh menuntut agar: kaum buruh dari berbagai latar kebangsaan di Rusia, sanggup memiliki organisasi-organisasi proletariat yang merupakan wadah bersama… Organisasi-organisasi ini dapat merupakan serikat buruh, organisasi politik, lembaga-lembaga pendidikan dalam wujud koperasi, dan lain-lain. Hanya pengorganisasian kaum buruh secara bersama --dengan latar belakang kebangsaaan yang berbeda-beda inilah -- yang membuat kelas proletariat sanggup untuk memikul perjuangan yang sukses melawan modal international dan nasionalisme borjuis". (Resolusi Partai Komunis Uni Soviet (Bolshevik, edisi Rusia bagian I, halaman 239-240).

Demikianlah konfernsi partai pada bulan April itu telah menunjukkan pihak-pihak yang memiliki cara pandang anti Leninis, seperti yang dianut oleh Kamenev, Zinoviev, Pytakov, Bukharin, Rykov dengan segelinit pengikut mereka. Nyatanya konferensi itu sendiri secara bulat memutuskan untuk menerima usul-usul Lenin. Dengan mengambil posisi yang tegas atas semua persoalan-persoalan penting dan mendorong rangkaian gerak menuju kemenangan revolusi Sosialis.

3. Keberhasilan partai Bolshevik di Ibu kota. Serangan Prematur Tentara-tentara Pemerintahan sementara. Pembantaian atas aksi massa kaum buruh dan prajuit-prajurit.

Berlandaskan keputusan yang telah ditetapkan pada konferensi bulan April; Partai mengembangkan aktivitas-aktivitas yang diperluas bagi massa, melakukan pelatihan dan pengorganisiran massa. Garis partai pada periode itu adalah: memberikan pendidikan tekun kepada massa perihal kebijakan Bolshevik, memblejeti kebijakan-kebijakan yang kompromistis Kaum Menshevik dan Sosialis Revolusioner, mengasingkan partai-partai kompromis tersebut dari massa dan terutama memenangkan dukungan mayoritas dalam soviet. Sehubungan dengan kerja-kerja di soviet, partai Bolshevik melancarkan aktivitas-aktivitas yang gencar pada serikat-serikat buruh dan komite-komite pabrik.

Yang juga mencolok adalah kerja partai di dalam tubuh angkatan bersenjata. Karenanya pula organisasi-organisasi militer mulai bermunculan dimana-mana. Kaum Bolshevik bekerja tanpa kenal lelah di garis depan maupun di garis belakang, dalam rangka mengorganisir serdadu-serdadu dan pelaut-pelaut. Peran penting yang dilakukan untuk mendorong serdadu-serdadu agar menjadi revolusioner yang aktif, juga dilakukan lewat koran/surat kabar Bolshevik: Okapnaya Pravda (Parit perlindungan kebenaran).

Berkat kerja keras agitasi propaganda Bolshevik, (sejak awal meletusnya revolusi) kaum buruh di berbagai kota, telah menyelenggarakan pemilihan-pemilihan jajaran baru di dalam soviet. Khususnya dalam soviet di tingkat distrik, rakyat lebih senang memilih perwakilan Menshevik dan Sosialis Revolusioner.

Kerja keras kaum Bolshevik ternyata membuahkan hasil gemilang terutama di Ibu kota Petrograd. Pada tanggal 30 Mei s/d 3 juni 1917 diselenggarakan komite-komite pabrik di tingkat kota Petreograd. Hampir seluruh kelas buruh di kota Petrograd menyokong slogan Bolshevik --"Seluruh Kekuasaan pada Soviet".

Dalam kongres soviet (yang pertama), kaum Bolshevik dengan tegas menekankan konsekuensi-konsekuensi fatal yang akan terjadi bila kompromi dengan borjuasi, dan memblejeti watak imperialis yang sesungguhnya dari peperangan yang masih berlangsung. Lenin menyampaikan pidato pada kongres ini, sambil menunjukkan ketepatan garis Bolshevik. Lenin menambahkan pula, bahwa hanya sebuah pemerintahan soviet sajalah yang sanggup memberikan roti bagi pekerja, tanah bagi kaum tani, menjamin perdamaian dan membimbing negeri keluar dari kemelut berkepanjangan.

Sebuah kampanye massa diselenggarakan ketika itu, di distrik-distrik kelas buruh di kota Petrograd… guna menjelaskan tuntutan kongres soviet di hadapan massa luas. Dalam rangka untuk mencegah meletusnya aksi-aksi demonstrasi yang tanpa arah/orientasi (yang hanya spontan/memanfaatkan sentimen-sentimen revolusioner massa bagi kepentingan-kepentingan tertentu belaka); Komite eksekutif soviet kota Petrograd memutuskan untuk menyelenggarakan sebuah aksi massa pada tanggal 18 Juni (atau 1 Juli, penanggalan internasional) 1917. Kaum Menshevik maupun Sosialis Revolusioner, berharap-harap agar aksi massa tersebut dapat diselenggarakan dibawah slogan-slogan anti Bolshevik. Partai Bolshevik mulai melakukan persiapan-persiapan dengan giat bagi terlaksananya demonstrasi ini. Kawan Stalin menulis di Pravda bahwa, "..Adalah tugas kita untuk memastikan bahwa aksi demonstrasi akan dilaksanakan pada tanggal 18 Juni di kota Petrograd, berjalan di bawah slogan-slogan revolusioner kita".

Aksi demonstrasi tanggal 18 Juni 1917 itu sendiri diawali dari makam para martir/pahlawan-pahlawan revolusi. Aksi ini menjadi saksi atas terujinya daya juang kekuatan Bolshevik. Aksi ini juga mengungkapkan semangat revolusioner yang menjalar di tengah-tengah, dan dan kepercayaan massa yang yang semakin tumbuh atas Partai Bolshevik. Slogan-slogan yang dimainkan oleh Menshevik dan Sosialis revolsuioner untuk bersandar pada Pemerintahan sementara dan seruan-seruan untuk tetap melanjutkan perang, lenyap di tengah derapan massa dan gelombang slogan-slogan kaum Bolshevik. Tidak kurang dari 400.000, massa mengusung panji-panji dan slogan: "Hentikan peperangan!", "Pecat Sepuluh Menteri Kapitalis!", "Segenap kekuasaan untuk Soviet!". Peristiwa ini benar-benar mencerminkan kegagalan besar Menshevik dan dan Sosialis Reolusioner, kegagalan yang sama bagi bagi Pemerintahan sementara di jantung kekuasaannya.

Betapapun Pemerintahan sementara masih memperoleh dukungan dari Kongres-Kongres Soviet yang pertama, dan mereka tetap memutuskan untuk melanjutkan kebijakan imperialis. Pada hari yang sama, yakni tanggal 18 Juni, Pemerintahan sementara --dalam kepatuhannya pada kekuatan imperialis Inggris dan Prancis--mengirimkan tentara ke garis depan untuk melakukan serangan. Pihak borjuasi memandang hal ini sebagai satu-satunya cara untuk mengakhiri revolusi. Dengan harapan bahwa serangan akan berhasil--pihak borjuasi ingin sekali merebut seluruh kekuasaan di bawah gengagamannya--hendak menyingkirkan Soviet dari panggung politik dan melibas kaum Bolshevik. Bahkan menurut perhitungan kaum borjuis, kalaupun pengiriman tentara Rusia tidak akan membawa hasil, seluruh kesalahan dapat ditimpakan kepada kaum Boshevik yang memecah belah tentara.

Tak ada keraguan lagi bahwa pengiriman pasukan tersebut akan berakhir dengan kegagalan dan nyatanya memang demikian. Pasukan yang dikirim berperang tidak seimbang dengan musuh. Pasukan sendiri tidak mengerti alasan penyerangan tersebut, mereka tidak memiliki kepercayaan pada perwira-perwiranya yang nampak asing bagi mereka. Ditambah dengan fakta bahwa mereka kekurangan perlengakapan tempur seperti artileri dan bunker-bunker perlindungan. Semua ini membuat kegagalan atas penyerangan tersebut, sebagai sebuah kekalahan yang seharusnya sudah bisa dihitung di atas kertas.

Berita pengiriman tentara ke garis depan, kemudian diikuti dengan khabar kekalahannya mencekam ibukota. Kemarahan buruh dan para serdadu meluap. Menjadi jelas bahwa ketika Pemerintahan sementara menyerukan kebijakan perdamaian, itu semua hanya untuk menina bobokkan rakyat. Dan nampak jelas bagi rakyat, bahwa pemerintahan sementara hanya ingin melanjutkan perang imperialis tanpa mempedulikan rakyat. Menjadi jelas pula bahwa Komite Eksekutif Sentral Soviet Seluruh Rusia dan Soviet Kota Petrograd tidak mau ataupun tidak sanggup mengawasi sepak terjang kriminal pemerintahan sementara dan mereka sendiri juga tidak luput dari pusaran kesalahan itu.

Kemuakan dan kemarahan para buruh dan serdadu kota Petrograd mendidih sudah. Pada tanggal 3 Juli (16 Juli) 1917 sebuah demonstrasi spontan meletus di distrik Vyborg, bagian dari kota Petrograd. Aksi ini berlangsung seharian penuh. Aksi-aksi demonstrasi yang tadinya meletus secara terpisah-pisah--kemudian berkembang menjadi aksi demonstari besar yang diupersenjatai--dengan tuntutan: pengambilalihan kekuasaan kepada Soviet. Partai Bolshevik menentang aksi demonstrasi yang bersenjata --pada saat itu-- karena memandang bahwa krisis revolusioner belum lagi matang. Bahwa tentara dan propinsi-propinsi Rusia belum dipersiapkan untuk mendukung sebuah pemberontakan di ibukota negeri. Bahwasanya pemberontakan prematur yang terisolasi (baca berjalan sendiri-sendiri), hanya akan mempermudah usaha serangan balik dari kaum kontra revolusioner. Untuk sekalian juga menyerang kekuatan pelopor revolusi. Namun ketika tampaknya mustahil untuk meredam gejolak massa…Partai memtuskan untuk berpartisipasi dalam demonstrasi besar tersebut, dalam rangka untuk memberikan karakternya yang terorganisir. Dalam hal yang satu ini Partai Bolshevvik berhasil mengerjakannya. Ratusan ribu massa rakyat berderap menuju markas besar Soviet Kota Petrograd dan Komite Eksekutif Sentral Dewan-Soviet Seluruh Rusia. Mereka menuntut agar Soviet melakukan pengambilalihan kekuasaan, menyingkirkan borjuasi imperialis dan melaksanakan kebijaksanaan aktif yang damai.

Tanpa memperdulikan aksi massa rakyat yang ber;langsung dengan damai tersebut, unit-unit reaksioner--antara lain detasemen perwira dan kadet-kadet--dilepaskan untuk memburu dan membantai massa rakyat. Jalan-Jalan raya kota Petrograd berlimbah dengan darah kaum buruh dan serdadu-serdadu yanga memihak rakyat. Ternyata unit-unit tentara yang paling kontra-revolusi telah didatangkan dari garis depan guna membantai rakyat!

Setelah membungkam massa buruh dan serdadu-serdadu populis dengan peluru dan senapan, kaum Menshevik bersama kaum Sosialis Revolusioner melakukan aliansi dengan Borjuasi dan jenderal-jenderal kontra-revolusion (Whiteguard generals). Aliansi ini dibuat untuk menyingkirkan partai Bolshevik. Terbitan Pravda dihancurkan. Pravda, Soldatskaya Pravda (Kebenaran Serdadu) juga diberangus. Seorang buruh bernama Vionov dibunuh dengan keji oleh para kadet ditengah-tengah jalan raya, hanya karena menjual Buletin Pravda (Listok Pravda). Dimana-mana dilakukan pembersihan/pelucutan senjata atas tentara-tentara rakyat (Red Guards). Unit-unit revolusioner dari garnisun-garnisun kota Petrograd ditarik dari ibukota dan dibunuh di parit-parit pinggiran kota. Penangkapan juga dilanjutkan dari garis depan samai ke garis paling belakang medan pertempuran. Pada tanggal 7 Juli dikeluarkanlah sebuah surat perintah penangkapan Lenin. Sejumlah anggota terkemuka Partai Bolshevik ditangkapi. Pabrik percetakan Trud tempat dicetaknya materi-materi publikasi Bolshevik diratakan dengan tanah. Ketua Majelis Hakim Pengadilan Kota Petrograd mengumumkan bahwa Lenin dan sejumlah pimpinan Bolshevik dituduh melakukan "pengkhianatan besar" dan telah menggalang upaya-upaya unmtuk melakukan pemberontakan bersenjata. Dakwaan-dakwaan atas Lenin direkayasa di Markas Besar Jenderal Denikin, yang didasarkan pada kesaksian mata-mata maupun agen-agen provokator.

Pemerintahan sementara hasil koalisi ini--yang melibatkan perwakilan-perwakilan utama Menshevik dan Sosial Revolusioner, seperti Tsereteli, Skobelev, dan Chernov--terpuruk jatuh ke dalam pusaran imperialisme dan kontra revolusi. Bukannya menjalankan kebijakan damai, mereka malah melanjutkan terus peprangan yang telah membawa penderitaan besar bagi rakyat. Bukannya menegakkan hak-hak demokratik rakyat, mereka malah melibasnya dengan kekuatan senjata.

Apa yang ragu-ragu dilakukan oleh perwakilan kaum borjuis (Guchov dan Milyukov), justru dilakukan dengan lebih sadis oleh orang-orang yang mengaku dirinya sebagai sosialis (seperti Kerensky, Tsereteli, Chernov dan Skobelev).

Jelas bahwa kekuasaan ganda ini harus diakhiri. Dalam hal ini nampaknya pihak borjuasi pun setuju, asal demi kepentingan borjuasi sendiri. Seperti saat ini, ketika seluruh kekuasaan telah ditenggelamkan oleh pemerintahan sementara. Sementara pada saat yang sama Soviet (dengan pimpinan Sosialis Revolusioner dan Mensheviknya) telah lumpuh dan ditundukkan di bawah kekuasaan Pemerintahan sementara.

Periode damai dalam revolusi telah berakhir, karena kini bayonet dan senjatalah yang telah menggantikannya sebagai agenda utama.

Sehubungan situasi yang sama sekali telah berubah, Partai Bolshevik memutuskan untuk mengubah taktiknya. Partai kembali ke bawah tanah. Partai mengupayakan tempat-tempat persembunyian yang aman bagi pimpinan-pimpinannya, terutama Lenin. Dan yang paling penting adalah: Partai kini mempersiapkan diri bagi sebuah pemberontakan. Dengan sasaran untuk menggulingkan kekuasaan borjuasi secara paksa/ dengan kekuatan bersenjata dan menegakkan kekuasaan Soviet.

4. PARTAI BOLSHEVIK MENETAPKAN JALAN PERSIAPAN BAGI PEMBERONTAKAN BERSENJATA. KONGRES PARTAI KE-ENAM

Kongres ke enam Partai Bolshevik diselenggarakan di kota Petrograd, ditengah hiruk-pikuk pencarian/perburuan kaum Bolshevik, yang juga digencarkan oleh surat kabar/terbitan borjuis maupun borjuis kecil. Kongres partai ini diselenggarakan sepuluh tahun setelah Kongres ke 5 (di London), dan 5 tahun setelah penyelenggaraan Konferensi Bolshevik di Praha. Kongres yang diadakan secara sangat rahasia ini berlangsung dari tanggal 26 Juli-3 Agustus 1917. Yang tampil dalam pemberitaan media-media massa adalah pemberitahuan tentang penyelenggaraan kongres itu sendiri; tempat penyelenggaraannya sendiri tidak diberitahukan. Sesi-sesi awal dalam kongres diadakan di distrik Vyborg, sedangkan sisa-sisa selanjutnya diadakan di sebuah sekolah dekat gerbang Narva (dewasa ini telah menjadi Gedung Pusat Kebudayaan). Surat-surat kabar borjuis menuntut penangkapan atas para delegasi Kongres. Namun parat penyelidik yang mencoba melacak tempat penyelenggaraan Kongres pulang dengan tangan hampa.

Dan sekarang, lima bulan setelah penggulingan Tsar, kaum Bolshevik ternyata masih harus menyelenggarakan pertemuan secara tersembunyi. Sementara Lenin--Pimpinan Partai Proletariat--dipaksa untuk bersembunyi dan diungsikan ke sebuah pondok di dekat stasiun Razliv. Lenin sendiri ternyata jadi buronan nomor satu dari antek-antek pemerintahan sementara. Imbalan yang sangat besar disediakan bagi penangkapnya. Karenanya, Lenin tidak dapat menghadiri Kongres. Namun Lenin tetap bekerja keras dan memberikan arahan dari tempat persembunyiannya, lewat kawan-kawan dekat dan pengikut-pengikutnya di Petrograd: Stalin, Sverdlov, Molotov dan Ordjonikidze.

Kongres itu sendiri dihadiri oleh 157 delegasi dengan hak pilih, dan 128 delegasi dengan hak suara namun tanpa hak pilih. Pada saat itu partai telah mempunyai keanggotaan sekitar 240.000 orang. Bisa dibandingkan dengan periode awal bulan Juli (sebelum meletusnya pembantaian atas aksi demonstrasi massa rakyat pada bulan Juli 1917). Pada saat itu Partai masih berfungsi secara legal, Partai memiliki 41 terbitan, 29 diterbitkan di Rusia, 12 terbitan lainnya diterbitkan dalam bahasa-bahasa asing.

Ternyata pengejaran dan perburuan atas kaum Bolshevik dan klas buruh (setelah demonstrasi bulan Juli), tidak melenyapkan pengaruh Partai kita atas massa; malah sebaliknya. Para delegasi dari berbagai Propinsi, mencatat berbagai fakta yang menunjukkkan bahwa kaum buruh dan serdadu-serdadu yang desertir meningkat tajam. Mereka meninggalkan kaum Menshevik ataupun Sosialis Revolusioner dengan kecewa. Tidak sedikit buruh dan serdadu yang tadinya memihak partai Menshevi/Sosialis Revolusioner, mencampakkan dan merobek-robek kartu keanggotaannya dengan perasaan marah bercampur jijik. Mereka inilah yang kemudian menyeberang ke pihak Bolshevik.

Persoalan utama yang dibahas dalam Kongres adalah laporan politik Komite Sentral dalam pembacaan tentang situasi politik terakhir. Kawan Stalin membuat laporan atas kedua persoalan di atas. Ia menunjukkan dengan kejernihan yang tajam, betapa revolusi telah tumbuh dan berkembang, sungguhpun kaum borjuis ingin meredamnya. Stalin menunjukkan bahwa revolusi telah memberikan tugas-tugas baru untuk menegakkan kontrol kaum buruh atas produksi dan distribusi brang-barang, keharusan untuk mengalihkan tanah bagi kaum tani, dan merebut kekuasaan dari tangan borjuasi oleh klas buruh dan tani miskin. Ia menyimpulkan bahwa revolusi yang tengah bergejolak memiliki watak revolusi sosialis.

Situasi politik di Rusia sendiri telah benar-benar berubah sejak demonstrasi Juli. Soviet--yang dipimpin oleh kaum Sosial Revolusioner dan Menshevik--telah menolak untuk menghimpun seluruh kekuasaan; dan karenanya telah kehilangan semua kekuasaannya (baca: ditinggalkan massa). Kekuasaan kini dipusatkan di tangan pemerintahan sementara kaum borjuis, yang terus-menerus berupaya meredam revolusi: berusaha untuk menghancurkan Partai Bolshevik dan melumatkan organisasinya. Dengan demikian semua sarana untuk meneruskan perkembangan revolusi secara damai telah dihilangkan. Hanya satu hal yang tersisa, yakni untuk mengambil-alih kekuasaan secara paksa, dengan menumbangkan pemerintahan sementara. Dan hanya klas buruh yang beraliansi dengan tani miskin, yang dapat merebut kekuasaan secara paksa.

Soviet--yang masih dikontrol oleh kaum Menshevik dan Sosialis Revolusioner--telah terjerembab ke dalam haribaan borjuasi. Dan di bawah kondisi yang berlaku saat ini hanya dapat bertindak sebagai kepanjangan tangan dari pemerintahan sementara. Sekarang, setelah demonstrasi Juli--menurut Kawan Stalin--slogan "segenap kekuasaan bagi Soviet" tidak bisa dipakai lagi. Betapapun, penghentian pemakaian slogan itu sendiri tidak boleh diartikan bahwa kita menolak perjuangan kekuasaan bagi Soviet. Tidak! Penghentian atau penolakan yang dimaksud bukan ditujukan terhadap Soviet secara keseluruhan (sebagai organ perjuangan revolusioner). Namun yang ditolak adalah Soviet yang saat ini dikontrol oleh kaum Menshevik dan Sosialis Revolusioner.

"Periode perdamaian dalam revolusi telah usai", demikian ucap kawan Stalin, "Periode yang tidak damai telah dimulai, sebuah periode yang penuh dengan perbenturan dan letusan-letusan". (Laporan Kongres ke 6 RSDLP, Edisi Rusia, halaman 111)

Partai telah menetapkan dan mempersiapkan diri bagi pmberontakan bersenjata. Memang ada beberapa peserta Kongres--yang masih mengidap pengaruh borjuasi--yang menentang penetapan jalan revolusi Sosialis.

Preobrazhensky--seorang pengikut Trotsky--membuat usulan perihal perebutan kekuasaan. Menurutnya, resolusi tentang perebutan kekuasaan harus dilengkapi dengan tambahan: bahwa negeri ini akan menempuh jalan Sosialisme, hanya jika terdapat momentum proletariat di Eropah. Sehubungan dengan pendapat ini, resolusi Stalin menanggapi:

"Bahwa momentum (yang dimaksud) tidak perlu mencegah Rusia, untuk menjadi satu-satunya negeri yang menapak jalan menuju Sosialisme… Kita harus membuang gagasan-gagasan kuno, bahwa hanya Eropah yang dapat menunjukkan jalan kepada kita. (Memang) ada Marxisme yang dogmatis dan ada Marxisme yang kreatif. Aku mendukung yang terakhir. (Laporan Kongres ke 6, hal. 233-234)

Bukharin yang berpijak pada posisi pendukung Trotsky menegaskan soal keterlibatan tani dalam revolisi. Menurutnya kaum tani berada dalam satu kepentingan dengan borjuasi dan karenanya mereka tidak akan bersedia dipimpin oleh kaum buruh. Menanggapi pernyataan Bukharin, kawan Stalin memberikan jawaban yang pedas: "Ada beberapa macam tani. Ada tani kaya yang menyokong borjuasi imperialis. Ada tani miskin yang berupaya untuk menjalin aliansi dengan klas buruh dan bersedia mendukung klas buruh dalam perjuangan revolusi sampai menang".

Ternyata kongres menolak usulan tambahan dari Prebrazhensky dan Bukharin, dan memutuskan untuk menyetujui resolusi yang diajukan oleh kawan Stalin.

Kongres juga membahas tentang platform ekonomi Partai Bolshevik dan menegaskan dalam keputusan. Pokok-pokok platform ekonomi tersebut adalah: pengambil-alihan tanah-tanah kepemilikan yang luas (estate-estate), nasionalisasi seluruh tanah, nasionalisasi atas bank-bank, nasionalisasi atas industri berskala besar, penegakan kontrol buruh atas proses produksi dan distribusi. Kongres menekankan arti pentingnya perjuangan bagi kontrol kaum buruh atas produksi, karena kemudian akan semakin menjadi lebih penting lagi … Dalam proses nasionalisasi perusahaan-perusahaan industrial berskala besar.

Dalam berbagai keputusannya, Kongres ke-6 secara khusus memberikan tekanan pada prinsip-prinsip Lenin, mengenai aliansi antara klas buruh dan tani msikin; sebagai syarat bagi kemenangan revolusi sosialis.

Kongres mengutuk teori Menshevik yang menyarankan agar serikat buruh tetap mengambil sikap netral/tidak memihak. Kongres menunjukkan bahwa tugas historis yang dipikul oleh klas buruh hanya akan dapat dilaksanakan… Jika serikat-serikat buruh menetapkan dirinya sebagai bagian dari organisasi klas yang militan, yang mengakui kepemimpinan politik Partai Bolshevik.

Kongres juga menerima sebuah resolusi bagi Liga Pemuda, yang pada masa itu memang kerap melibatkan diri secara spontan. Sebagai hasil dari upaya-upaya partai, ternyata partai berhasil mendapatkan penghargaan dari organisasi-organisasi pemuda ini, yang dapat bertindak sebagai lapisan penerus partai.

Kongres membahas pula tentang persoalan, apakah Lenin perlu memunculkan diri dalam persidangan. Kamenev, Rykov, Trotsky dan yang lainnya beranggapan, bahwa Lenin harusnya muncul di hadapan pengadilan kontra-revolusioner. Kawan Stalin menentang keras penampakan Lenin dihadapan persidangan. Kongrespun beranggapan sama, karena bila Lenin memunculkan diri, ia hanya akan dihukum mati, tanpa proses persidangan. Kongres sampai pada kesimpulan, bahwa kaum borjuis hanya menghendaki kematian Lenin belaka, selaku musuh nomor satu bagi borjuasi. Kongres mengirimkan nota-nota protes atas penyiksaan/perlakuan tidak manusiawi yang dilakukan oleh aprat pemerintah, terhadap pimpinan-pimpinan revolusioner klas buruh. Sebuah pesan solidaritas juga dikeluarkan oleh Kongres bagi Lenin.

Kongres Partai ke-6 memutuskan AD/ART baru. Aturan-aturan baru tersebut diantaranya menegaskan bahwa seluruh pengorganisasian Partai harus dibangun berbasiskan prinsip Sentralisme Demokratik.

Hal ini berarti bahwa:
1. Seluruh badan pengarah Partai, dari jajaran di atas sampai ke bawah harus dipilih.
2. Bahwa Badan-Badan Partai harus memberikan laporan berkala mengenai aktivitas-aktivitasnya kepada Partai, lewat jalan organisasi masing-masing.
3. Bahwa disiplin Partai yang tegas/keras harus ditegakkan, bahwa yang minoritas harus bersedia tunduk pada yang mayoritas.
4. Bahwa semua keputusan yang telah dibuat oleh badan yang lebih tinggi, harus mengikat badan-badan yang lebih rendah, dan seluruh anggota Partai.

AD/ART Partai yang baru menetapkan bahwa penerimaan anggota baru--harus dilakukan lewat organisasi lokal Partai--dan disertai rekomendasi dari sedikitnya 2 anggota Partai; ditambah lagi dengan persetujuan organisasi lokal Partai, dalam rapat umum anggota.

Kongres ke-6 menerima Mezhrayontsi dan pemimpin mereka--Trotsky--ke dalam Partai. Mezhrayontsi adalah kelompok kecil yang telah berdiri di Petrograd sejak 1913, dan terbentuk dari para pengikut Trotsky dengan kaum Menshevik. Juga ditambah dengan bekas anggota Bolshevik yang telah memisahkan diri dari Partai. Selama berlangsungnya peperangan, Mezhrayontsi adalah organisasi kaum tengah (sentris). Mereka menentang kaum Bolshevik, namun dalam banyak hal juga tidak setuju dengan posisi kaum Menshevik. Dengan demikian mereka menempatkan dirinya sebagai kaum tengah/sentris dengan posisinya yang bimbang. Selama berlangsungnya Kongres, Mezhrayontsi menyatakan persetujuannya atas semua keputusan Kongres, dan mengajukan permohonan untuk diterima di Partai. Permohonan ini diterima, dengan pertimbangan bahwa dalam perjalanan waktu, mereka akan benar-benar menjadi kaum Bolshevik yang sejati. (Khususnya tentang Trotsky, sejarah mencatat bahwa bergabungnya ia dengan Partai bukan karena hendak membaktikan diri, namun untuk merusak dan mengacaukan Partai dari dalam).

Semua keputusan yang dibuat oleh Kongres ke-6--ditujukan untuk mempersiapkan klas buruh dan kaum tani termiskin--bagi sebuah pemberontakan bersenjata. Bagi sebuah Revolusi Sosialis. Kongres sendiri mengeluarkan sebuah manifesto Partai, yang menyerukan kaum buruh, serdadu-serdadu, kaum tani.. untuk mengerahkan segenap daya kekuatannya, bagi pertarungan menentukan melawan borjuasi. Manifesto tersebut ditutup dengan kata-kata sebagai berikut :

"Bersiaplah--kemudian--bagi pertarungan-pertarungan baru, wahai Kawan-Kawan seperjuangan! Dengan kukuh, jantan, dan mantap. Tanpa jatuh ke dalam provokasi, kerahkan kekuatan-kekuatanmu di bawah panji-panji Partai--Proletariat dan Serdadu! Berbarislah di bawah panji-panji kami, wahai Engkau yang tertindas--dari seluruh pelsosok desa!"


Diambil dari History of The CPSU (B). Moscow: Foreign Language Publ., 1951. Bab VII, Bagian 1-4, halaman 280-308.

Editor: Moh. Awani