­

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magnaaliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exer ull labo nisi ut aliquip ex ea commodo consequat. Duis aute irure dolor aliquip.

Sosialisme adalah jalan keluar

KUBA
Di beberapa negeri di Amerika Latin sepertiVenezuela dan Kuba, mereka sudah menerapkan sistem kesehatan gratis bagi rakyatnya. Menurut data, negeri Kuba adalah salah satu dari 41 negeri yang memiliki angka kematian bayi paling rendah dibandingkan Amerika Serikat (AS). Padahal Kuba termasuk negara miskin, namun negeri Kuba masih mampu menyediakan dana sebesar $185 = Rp. 1.800.000 per orang; bandingkan dengan pelayanan kesehatan yang disediakan Pemerintahan SBY-KALLA yang hanya Rp 5.000,- per orang dalam 1 bulan (Askeskin), Rp 10.000,- per orang dalam 1 bulan (Gakin).

Sejak tahun 1984 cara Dokter Keluarga sudah diterapkan oleh Pemerintahan Kuba. Saat ini Kuba mempunyai 64.000 orang dokter yang melayani sekitar 12 juta penduduk; bandingkan dengan Indonesia, yang hanya punya sekitar 34.000 dokter untuk melayani 210 juta penduduk. Setiap dokter keluarga di Kuba melayani sekitar 600 jiwa, dan dokter keluarga ini amat berperan dalam meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat dan bagi mereka yang terpenting adalah mencegah agar jangan banyak masyarakat yang terkena penyakit. Indonesia menerapkan konsep Dokter Keluarga baru di tahun 2006 itupun hanya di Propinsi Sumatera Selatan dengan skala perbandingan satu dokter melayani 2.500 pasien (1:2.500).

Dokter keluarga di Kuba di dukung layanan rujukan berupa poliklinik yang menyediakan layanan spesialis dengan berobat jalan; di Indonesia Puskesmas tidak menyediakan dokter spesialis. Jika diperlukan, penderita yang memerlukan layanan lebih lanjut dikirim ke rumah sakit. Patut diketahui, pada prinsipnya layanan kesehatan di Kuba adalah cuma-cuma, atau GRATIS, dan jika terpaksa dan obat diperlukan yang tak tersedia di Poliklinik penderita dapat membeli di apotek lain dengan harga yang amat murah. Dengan demikian, layanan kesehatan di Kuba berhasil menjangkau hampir seluruh penduduk.

Pemerintahan Kuba juga telah membangun pusat penelitian teknologi kesehatan seperti lembaga untuk penyakit infeksi. Pemerintah Kuba mengeluarkan dana hampir satu miliar dollar (AS) untuk mengembangkan bioteknologi. Strategi pengembangan bioteknologi di Kuba diarahkan untuk menghasilkan produk yang dapat meningkatkan kesehatan masyarakat serta menghasilkan devisa untuk negara. Sekarang di Kuba terdapat 12.000 peneliti, 15 persen di antaranya bergelar doktor.

Jika kita sekarang menghadapi kembali ancaman penyakit malaria, maka Kuba telah lama dinyatakan bebas malaria. Penyakit demam berdarah juga dapat dikontrol dengan baik sehingga Kuba menjadi salah satu negara yang dijadikan tempat pelatihan dalam hal penanganan penyakit demam berdarah ini. Laboratorium penelitian negara ini berhasil membuat sendiri teknologi untuk memeriksa demam berdarah. Teknologi tersebut ini telah digunakan secara luas di Kuba. Hampir semua pendanaan untuk mendukung kesehatan di Kuba diperoleh dari APBN-nya atau dari dana pembelanjaan negara.

Harap diketahui bahwa kekayaan sumber daya alam di Kuba hanya tebu/gula, kopi, tembakau, dan cengkeh; coba bandingkan dengan sumber daya alam yang dimiliki oleh negara kita, Indonesia.


VENEZUELA
Di bawah pemerintahan presiden Hugo Chavez (yang memerintah sejak 1998 hingga sekarang) Venezuela melakukan Revolusi Kesehatan, karena persoalan paling serius yang dihadapi rakyat adalah minimnya kesempatan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

Program kesehatan nasional berdasarkan klinik-klinik lokal setempat untuk pemeliharaan kesehatan dasar. Program ini berlaku bagi 80% kampung kumuh di Venezuela. Program ini juga merupakan perencanaan sistem kesehatan berdasarkan kehendak rakyat, tidak lagi berdasarkan atas berapa dana yang mereka miliki dan berapa sanggup mereka bayar. Sebelum pemerintahan Hugo Chaves berkuasa, perawatan semacam ini harus membayar sekitar 20.000 Bolivar (Rp. 100.000,-) untuk sekali konsultasi saja, sementara perawatan bisa mencapai 85.000-150.000 Bolivar (Rp. 400.000 hingga 750.000). Sedangkan upah minimum di negeri itu pada saat itu hanyalah 321.000 Bolivar (sekitar Rp. 1.600.000) perbulan.

Selanjutnya pemerintahan Venezuela, di bulan juni, 2005, melakukan pembangunan pembangunan rumah-rumah sakit, Pusat-pusat Diagnosa Terpadu (PDT), dan Ruang Rehabilitasi Terpadu (RRT). Sudah 30 PDT dan RRT dibangun pada tahun 2005 dan akan dilanjutkan dengan pembangunan 600 PDT dan RRT. Kedua program ini merupakan pelengkap dan tambahan bagi klinik-klinik rakyat yang baru yang sebelumnya sudah dibangun. Program ini meliputi semua pelayanan kesehatan secara GRATIS. Dalam poliklinik-poliklinik tersebut ada departemen operasi, penanganan trauma, kesehatan kulit, kejiwaan, terapi bicara, gigi dan bagian jantung. Lebih jauh lagi, mereka juga memiliki apotik, laboratorium dan juga mengerjakan berbagai bentuk kerja sosial bekerja sama dengan Komite Kesehatan di area tersebut.

Baru-baru ini pemerintah mengumumkan penyediaan dana sebesar 4,5 milyar dollar (sekitar 40,5 Trilyun rupiah) untuk semua misi sosial (termasuk misi kesehatan) di Venezuela. Anggaran untuk program-program ini selain dari pendapatan minyak PDVSA (perusahaan minyak negara) juga diperoleh dari kredit tambahan yang berasal dari Dana Pembangunan Nasional.

Jika kita lihat dari pengalaman kedua negeri tersebut, tentu banyak hal yang seharusnya bisa dicontoh oleh pemerintah kita agar peduli dengan kehidupan rakyatnya (terutama dalam hal pendidikan dan kesehatannya) sehingga rakyat dapat mengamalkan hidup yang sehat.




0 comments:

Posting Komentar